
Terakota.id—Sejumlah relawan peduli cagar budaya membersihkan dan mengecat grafiti atau coratan di dinding bangunan sepanjang koridor Kayutangan Kota Malang pada Ahad, 11 Oktober 2021. Relawan yang tergabung dalam komunitas Koin Satus Repes untuk Heritage Kota Malang (Satus Repes) ini berharap koridor Kayutangan menjadi bersih dan menarik.
“Niatan berusaha mengubah Kayutangan menjadi enak di mata dan destinasi wisata heritage. Mewujudkan Malang Kota Heritage,” kata Koordinator Satus Repes, Tri Iwan Widhianto.
Satus Repes atau seratus rupiah, karanya, merupakan bentuk kepedulian pemerhati dan pecinta cagar budaya di Kota Malang. Kini, sebanyak 30 relawan yang terdiri atas pegiat wisata, akademisi, seniman dan pegiat cagar budaya. Ia berharap, semua publik Malang turut terlibat dan berdonasi untuk membersihkan koridor Kayutangan.
Gerakan ini, katanya, berawal dari kejadian vandalisme di gedung cagar budaya di Jalan Semeru (Rajabali). Meski bangunan telah ditetapkan cagar budaya dan dinding ditempel plakat bangunan cagar budaya, namun ada tangan jahil yang mencoret dinding dengan tulisan sarkasem. “Kami marah. Saya cat sendiri. Setelah itu teman-teman berinisiatif mendirikan komunitas Satus Repes bergerak khusus koridor Kayutangan,” katanya.
Menunggu pemerintah, katanya, terlalu lama. Sehingga mereka memilih bergerak sendiri. Mereka bergabung dan bersepakat, untuk mengubah wajah Kayutangan dengan sebuah gerakan nyata. “Ini gerakan simultan, memantik saja. Jika diapresiasi dan didukung akan berlanjut,” katanya.

Sepanjang laporan terbuka, katanya, ia optimistis akan terus mendapat dukungan dari publik. Dana yang terkumpul dari publik digunakan untuk gerakan Satus Repes dan dilaporkan secara terbuka di media sosial.
“Grafiti seni, tapi ini bukan pada tempatnya. Bukan ruang ekspresi seni, ini ruang hunian yang punya aturan sendiri. Pemerintah bertanggungawab menyediakan ruang ekspresi bagi mereka,” katanya.
Selain itu, sejumlah seniman turut menyemarakkan aktivitas komunitas Satus Repes. Mereka menampilkan aneka kesenian untuk menghibur publik Malang, di pedestrian utara patung Chairil Anwar.
Menampilkan tari Kelinci, tari Angsa, tari Kluwung, musik tradisi, Apache Band, tarian Kontemporer dari Bumiayu, jaranan atau jatilan Turonggo, kidung Jula Juli cak Marsam dan seniman lukis Seni Kaki Lima (Seikil) yang tampil di emperan toko.
Iwan menyebut penampilan para seniman sebagai bentuk ekspresi, lantaran paceklik selama masa pandemi. Para seniman berpartisipasi dengan menyumbang aneka jenis kesenian. “Mereka membutuhkan ruang berekspresi. Selama ini tak ada ruang. Mereka bisa berkreasi di sini,” katanya.

Jalan, baca dan makan