Diakui UNESCO, Geopark Ciletuh Surga di Sukabumi

Taman Bumi (Geopark) Ciletuh adalah salah satu kawasan wisata yang mengukuhkan eksotisme alam Indonesia. Penyebutan ‘kawasan’ di sini menandai beragamnya objek wisata yang bisa dikunjungi di sana. Ada banyak curuk. Juga ada sekitar lebih dari 11 pantai yang bisa disinggahi. Dan ada Pulau Kunti.

Berburu kemilau senja di salah satu pantai kawasan Geopark Ciletuh, Sukabumi, Jawa Barat. (Sumber: Dok. penulis).
Iklan terakota

Oleh: Nur Aini Fadhillah*

Terakota.id– Taman Bumi (Geopark) Ciletuh adalah salah satu kawasan wisata yang mengukuhkan eksotisme alam Indonesia. Penyebutan ‘kawasan’ di sini menandai beragamnya objek wisata yang bisa dikunjungi di sana. Tepatnya di area Pelabuhanratu, Sukabumi. Kawasan Taman Bumi Ciletuh ini mencakup delapan kecamatan di Sukabumi. Dan memiliki luas sekitar 126 hektar.

Ciletuh sendiri merupakan nama sebuah sungai di suatu desa ujung selatan Pulau Jawa. Jika Anda ke sana, saran saya jangan tanya ke orang: “Pak, kampung Ciletuh dimana ya?” Karena kemungkinan besar warga akan menjawab: “Maaf Mas atau Mbah, di sini gak ada yang namanya kampung Ciletuh.” Hehehe.

Sungai Ciletuh. Kapal-kapal itu digunakan para nelayan kalau mau ke Pulau Kunti. (Sumber foto: Dok. penulis).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh beberapa geolog – baik lokal atau internasional – bebatuan yang ada di kawasan ini berusia hampir ratusan juta yang lalu. Kurang lebihnya, bebatuan ini ada sebelum Pulau Jawa benar-benar terbentuk. Hal ini dibuktikan dengan beragamnya bebatuan dari unsur-unsur yang ditemukan juga di provinsi lain di Pulau Jawa.

Pada tahun 2015, Pusat Penelitian Geopark dan Kebencanaan Geologi Unpad, dipimpin Prof. Mega Fatimah Rosana, PhD., mengajukan kawasan ini ke UNESCO untuk diakui sebagai UNESCO Global Geopark (UGG). Pengajuan ini membuahkan hasil menggembirakan. Pada April 2018, UNESCO mengakui Geoparak Ciletuh sebagai kawasan yang memiliki warisan geologi dan mendapatkan predikat UGG.

Predikat UGG diberikan karena kawasan ini memiliki tiga unsur pokok. Yaitu, keragaman geologi (geo diversity), keragaman hayati (bio diversity) dan keragaman budaya (culture diversity). Predikat ini bertahan hanya selama 5 tahun saja, jadi pemerintah harus benar-benar memerhatikan aspek-aspek penting yang memperpanjang predikat itu. Sejauh ini, pemerintah menerapkan konsep penta helix untuk pengembangan Geopark; komunitas, badan usaha, akademisi, media dan pemerintah.

Objek Wisata yang Bisa Dikunjungi

Pengunjung bakal dimanjakan dengan beragamnya wisata di sana. Ibarat restoran, pengunjung leluasa untuk memilih menu objek wisata yang diinginkan. Diantaranya, pertama, amfiteater Panenjoan. Dalam bahasa Sunda, ‘panenjoan’ berarti tempat untuk melihat hamparan alam yang luas dari dataran tinggi. Disebut amfiteater karena proses tanah yang terus tergerus oleh ombak dan terbentuk secara alami mirip seperti tapal kuda.

Di sana ada beberapa panenjoan yang sangat indah dan sangat cocok bagi pemburu sunset and sunrise. Misalnya, Puncak Darma, Puncak Gebang, dll. Melalui panenjoan ini kita juga bisa melihat dataran indah yang terhampar sejauh mata memandang. Beberapa tambak tempat pembudidayaan udang dan lobster juga bakal terlihat dari sana. Dulunya banyak nelayan yang belum cukup tergerak melakukan pembibitan lobster. Imbasnya, nelayan mendapatkan pendapatan yang sedikit. Selisih jauh dengan harga lobster pasaran.

Pembibitan Lobster yang tampak dari Panenjoan.(Sumber Foto: Dok. Penulis).

Nah, dalam rangka menjaga kawasan geopark, pemerintah terus menyosialisasikan keuntungan yang didapatkan nelayan jika bersabar melakukan pembibitan lobster selama 6 bulan. Dengan begitu, nelayan akan mendapatkan harga yang tinggi sekaligus meningkatkan kualitas ekspor lobster Indonesia. Selisih pendapatannya bisa mencapai kurang lebih 500rb-an perkilo bahkan lebih.

Kedua, persis di seberang Panenjoan, ada Arboretum Ciletuh. Atau lebih dikenal dengan museum konservasi. Ia menampilkan semua keunikan yang ada di kawasan Geopark Ciletuh. Baik dari sisi sejarah, fenomena alam atau pun budaya masyarakat setempat.

Ketiga, di kawasan ini juga terhampar beberapa pantai yang masih terjaga dengan baik. Banyak pantai yang seolah belum tersentuh tangan manusia, masih alami. Bagus banget! Lebih baik pergi ke Pantai Ujunggenteng yang merupakan pantai paling ujung selatan di Indonesia. Pantai ini langsung terhubung dengan Samudera Hindia. Karenanya, tak jauh dari pantai ini terdapat mercusuar milik TNI untuk mengawasi perairan Indonesia.

Pesona senja di Pantai Palangpang, di kawasan Geopark Ciletuh. (Sumber foto: Dok. penulis).

Area mercusuar tidak dibuka untuk umum. Alias military zone. Padahal, penasaran sih pengen lihat. Dari sana TNI akan mengawasi ada tidaknya imigran gelap, illegal fishing, dan penyusup perairan Indonesia.

Ada sekitar lebih dari 11 pantai yang bisa disinggahi. Sebagian berpasir hitam dan sebagian berpasir putih. Yaa sebut saja Pantai Ujunggenteng, Pantai Pelabuhan Ratu, Pantai Muara Cipanarikan, Pantai Cikadal, Pantai Batu Bintang, Pantai Loji, Pantai Pangumbahan, Pantai Cikepuh, Pantai Cipanarikan, Pantai Cibuaya, Pantai Palangpang, dll.

Pantai Ujung Genteng di kawasan Geopark Ciletuh Sukabumi. (Sumber foto: Dok. penulis).

Keempat, ada Kampung Budaya Cigaok. Lokasi yang cocok untuk belajar tentang sejarah dan kebudayaan Sunda. Nah, pemanfaatan bentang alam yang indah sekaligus didukung kampung-kampung budaya ini bisa disebut juga eko-wisata. Mayoritas penduduk di sini berprofesi sebagai nelayan. Kadang kala mereka juga merangkap menjadi tour guide yang sangat baik dan ramah.

Lumbung padi orang Sunda di Kawasan Geopark. (Sumber Foto: Dok. penulis).

Kelima, ada penangkaran penyu, Taman Pesisir Penyu Pangumbahan (Pangumbahan Turtle Park). Keenam, kawasan ini juga memiliki hutan konservasi yang bernama Kawasan Hutan Konservasi Cipeucang (Cipeucang Conservation Forest) yang berisikan flora dan fauna yang dilindungi. Tidak mudah untuk memasuki hutan ini, selain memang masih sangat alami hutannya. Nyaris tidak ada bekas pijakan kaki, juga cukup berbahaya jika kita menginjakkan kaki di sana saat hujan karena lokasi tanahnya yang cukup curam.

Jadi yaa, lihat dari jauh saja, biar fauna yang tinggal juga tidak terganggu, hehe. Di dalam hutan tersebut, terdapat beberapa bunga bangkai yang legendaris itu. Bunga Rafflesia Patma menjadi ikon yang khas dari daerah ini. Sampai-sampai ada kampung yang menjadikannya motif batik khas sana.

Ketujuh, curug atau air terjun. Kawasan ini menjadi surganya curug. Terdapat lebih dari 11 curug yang jaraknya tidak terlalu berjauhan satu sama lain. Masing-masing curug memiliki keindahannya sendiri. Silahkan dicoba satu-satu. Diantaranya, Curug Cimarinjung, Curug Awang, Curug Cikanteh, Curug Cigangsa, Curug Puncak Manik, Curug Panganten, Curug Tengah, Curug Puncak Jeruk, Curug Dogdog, Curug Gentong, Curug Cikanteh, dst.

Ehm, menginap 3 hari di sana bisa dikatakan kurang. Karena aktifitas di sana bisa dilakukan cuma pagi-sore. Selepas sunset, sudah tidak bisa kemana-mana, di hotel atau penginapan saja. Padahal, destinasinya buuanyak dan bagus-bagus. Jadi lumayan capek banget kalo dipaksa keliling semua dan tidak akan sempet juga karena saking banyaknya.

Terakhir dan yang paling spesial dari sekian banyak pilihan objek wisata adalah, beberapa tempat yang menjadi pokok alasan kawasan geopark ini hadir. Istilah ‘geopark’ digunakan untuk mengacu pada lokasi-lokasi ditemukannya bebatuan bersejarah yang tidak ternilai harganya. Bebatuan ini berada di pulau-pulau kecil yang harus ditempuh menggunakan perahu kecil.

Menyaksikan pantai dari mulut goa kecil yang ada di Pulau Kunti. (Sumber Foto: Dok. penulis.

Ada berbagai jenis batu di sana dengan corak, warna dan bentuk yang sangat unik. Mungkin, beberapa batu kalau dijadikan batu akik, bakal bagus banget. Hahahaha. Shiny, shimmering gitu batunya. Bebatuan yang paling terkenal mayoritas berkumpul di Pulau Kunti. Pulau ini dinamakan demikian karena ada rongga-rongga bebatuan yang jika terhantam ombak, akan mengeluarkan suara seperti perempuan menangis.

Salah satu pantai di Pulau Kunti. (Sumber Foto: Dok. Penulis).

Di Pulau Kunti, ada batu punggung buaya, batu fosil udang purbakala. Ada juga batu yang bermotifkan batik, tapi batu ini berada di pulau yang lebih jauh lagi dari Pulau Kunti. Sangat sulit ke sana. Karena sudah di laut lepas dan sangat dekat dengan Samudra Hindia. Bagi para surfers, ombak besar dan menantang itu jadi favorit. Bagi geolog, penemuan batu ini bisa melengkapi wawasan geologi mereka, menjadi laboratorium geologi yang tak terbatas.

Kalau boleh kasih rekomendasi, lebih baik tidak ke pulau ini malam-malam. Maksimal jam sore harus sudah balik ke kawasan Ciletuh. Bukan karena suara tangisan itu ya…hahaha. Tapi uh, ombaknya masyaallah gedenya kalau sore. Tidak ada listrik juga kayaknya di pulau itu, belum berpenghuni.

Memegang Mitos

Menurutku sih ini fakta unik. Jadi, mereka masih memegang beberapa mitos. Salah satunya, mereka akan membiarkan sepasang sapi mereka di Pulau Kunti sampai sapi itu punya anak dan anaknya cukup umur untuk dibawa kembali ke kawasan Ciletuh.

Mereka percaya, dengan membiarkan sapi-sapi hidup di alam liar seperti di Pulau Kunti akan membawa keberkahan. Sapinya akan gemuk, sehat, dan beranak banyak. Dan pantang untuk membawa kembali sapi mereka sebelum beranak. Karena bisa membawa keburukan. Mereka percaya sapinya tidak akan hilang dicuri, tertukar dengan sapi orang lain atau bahkan mati di Pulau itu.

Tips Pergi ke Kawasan Ciletuh

Pertama, Jika pakai kendaraan pribadi, siapkan dengan baik kendaraannya. Ban cadangan wajib diperiksa dulu. Persediaan bensin cadangan juga kalo mobilnya boros. Dan tentu, periksa rem yah. Karena jalannya panjang bangetnget dan benar-benar kanan kiri itu jurang. Tidak ada pom bensin atau tukang tambal ban di sana.

Oh ya, jangan pakai mobil ceper atau sekelas avanza kalo mau pergi ke curug-curug. Aku tidak bisa ke curug juga karena ini salah satunya. Jalan utamanya panjang dan udah mulus banget. Beberapa lokasi aja yg masih banyak batu jalannya, itu bikin bemper kegores parah dan ban bisa robek kalau tidak pelan-pelan bawanya.

Kalau naik kendaraan umum, bisa naik kereta, bis atau travel sampai di Sukabumi atau Pelabuhan Ratu. Kalau dari Pelabuhan Ratu lebih dekat sih. Tapi setelah itu tetep harus sewa kendaraan juga. Di sana ga ada kendaraan umum. Kecuali Anda bisa terbang.

Kedua, cari waktu yang cukup luang dan bawa uang cash yang cukup. Di sana tidak akan ditemui ATM. Jadi, mending bawa uang agak lebih buat emergency. Kenapa waktunya harus luang? Karena bisa capek kalau buru-buru. Harus santai biar nyetirnya bisa waspada. Jalanan mulus tapi belokan dan turunannya curam banget, banget.

Ketiga, Bawa makanan dan minuman yang cukup untuk persediaan di perjalanan dan P3K. Jangan dehidrasi kalau lagi perjalanan jauh. Biar tidak gampang capek. Di kawasan Ciletuh kalau malem udah sepi. Restoran di sana juga biasa-biasa, fresh sih ikan sama udangnya. Cuman mending bawa makanan cadangan yang cukup awet: Roti, susu atau oatmeal misalnya. Obat-obatan pribadi wajib bawa. Karena selama di sana aku belum nemu puskesmasnya. Mungkin, aku yang tidak melihatnya.

Indahnya langit. Sunset di pantai kawasan Geopark Ciletuh, Sukabumi. (Sumber: Dok. penulis).

Keempat, susun rute dari penginapan dan targetkan objek wisata mana yang ingin dikunjungi. Ini penting buat efisiensi waktu. Agar tidak buang-buang waktu di jalan. Jadi susun rutenya menggunakan google maps, buat tahu estimasi waktu ke A dan B berapa lama, objek wisata mana dulu, dll. Karena ada yg curugnya cuman sebelahan, biar ga kelewat objek wisatanya harus well-prepared.

Kelima, terpenting!, usahakan memulai perjalanan ke Kawasan Geopark Ciletuh dari pagi sehabis subuh. Jadi, mending kalau dari luar kota, sampai Sukabumi malam dan menginap semalam di sana. Subuhnya mulai jalan ke Ciletuh. Karena jalannya curam, sangat tidak direkomendasikan melakukan perjalanan selepas sunset. Sangat rawan kecelakaan. Dari Sukabumi bisa sekitar 7-10 jam-an, belum kalau mau mampir makan dulu, salat, dll. Pas masuk Jalan Sabuk Ciletuh – Pelabuhan Ratu, di situlah kehampaan panjang dimulai. Hahahhaa.., warung tidak ada, lampu jalan remang-remang, jalan yang mulus bisa mengecoh kita.

Keenam, wajib hukumnya tiap mau bepergian melihat prediksi cuaca dulu. Tidak direkomendasikan ke sana waktu hujan. Kanan kiri itu hutan, kalau hujan pasti kaca mobil berembun banget dan jarak pandang sangat tipis. Bahaya. Mending panas, gpp. Kalau hujan, ombak laut besar dan tidak bisa ke Pulau Kunti. Rugi kan jadinya kalau tidak kesana. Karena itu intinya Geopark.

Dan yang terakhir, jangan lupa Berdoa. Hehe. Bagaimana, bangga doong sama pariwisata Indonesia? Selamat berpelesir.

Penulis. (Sumber: Dok. pribadi).

*Traveler dan Mahasiswa Pascasarjana Universitas Pelita Harapan, Jakarta.