Iklan terakota

Kopi Ijo Khas Warung Waris

Gunawi menganggap cethe dari ampas kopi ijo produksi warung kopi Mak Waris paling cocok digunakan nyethe.Lantaran warna yang dihasilkan terlihat hitam pekat, saat cethe  ditorehkan di atas kertas rokok. Berbeda dengan ampas kopi lainnya yang terlihat berwarna kecoklatan. “Motif dan warna menjadi lebih menarik,” katanya.

Selain itu, ampas kopi yang lembut juga menghasilkan lukisan dengan motif yang detail. Bahkan, kini hampir semua warung kopi cethe  di Tulungagung menyediakan kopi ijo yang diproduksi warung Mak Waris. Kopi ijo ini yang menyedot para pengunjung di kedai kopi.

Rokok cethe bermotif batik hasil kreasi Gunawi. (Terakota.id/Eko Widianto)

Hariyanto mengaku tak ada resep khusus dalam memproduksi dan mengolah bubuk kopi. Biji kopi, katanya, disangrai setengah matang. Sehingga menghasilkan bubuk kopi yang berbeda, saat diseduh kopi berwarna hitam kehijauan. “Orang-orang menyebut kopi hijau,” ujarnya.

Kopi hijau popular sejak 2000, setiap hari total memproduksi 160 kilogram bubuk kopi. Selain untuk melayani warung kopi di Tulungagung, juga didistribusikan ke sejumlah daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sebagian dikemas ukuran 150 gram dijual seharga Rp 15 ribu. “Dikemas untuk oleh-oleh khas Tulungagung,” ujarnya.

Seniman muda Tulungagung, Septa DD Prasetyo melihat warung kopi cethe Tulungagung memiliki potensi sebagai wisata minat khusus. Mengemas cethe sebagai bagian dari objek wisata unggulan. Terbukti, selama ini banyak orang datang ke Tulungagung untuk mengenal cethe dan mencicipi kopi ijo khas Tulungagung.

“Wisatawan bisa diajak mengolah biji kopi, menyeduh dan meminum kopi,” katanya. Selain itu, mereka juga diajak nyethe atau melukis dengan cethe di atas kertas. Untuk oleh-oleh, wisatawan bisa membawa kopi ijo, lukisan cethe di atas kertas atau cindera mata karya Nawi lukisan cethe di atas kulit kayu, cangkir maupun bambu.

Cethe, tradisi turun temurun masyarakat Tulungagung. (Terakota.id/Eko Widianto)

Nyethe dipandang sebelah mata, tak diakui sebagai karya seni,” katanya. Padahal seniman cethe telah mengharumkan nama Tulungagung dalam pameran dan kompetisi di dalam dan luar negeri. Menurutnya, nyethe sebagai bentuk kearifan lokal yang bisa dikembangkan sebagai bagian dari produk seni dan kebudayaan masyarakat Tulungagung.

Senja tiba, Nawi masih berkutat dengan cethe  dan rokok. Sejumlah pemuda duduk meriung memperhatikan tangan Nawi yang dengan lincah memainkan tusuk gigi bak kuas. Lukisan motif batik telah dituntaskan dan mengakhiri perjumpaan dengan pemuda desa setempat. Esok hari, mereka akan melakukan aktivitas serupa untuk mendalami teknik nyethe ala Gunawi.

2 KOMENTAR