
Terakota.id–Sejumlah mobil parkir di sepanjang jalan Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo. Sepanjang jalan berderet sejumlah toko menjajakan tas, sepatu dan aneka aksesoris berbahan kulit dan imitasi. Sebelum semburan lumpur Lapindo sepanjang jalan macet dipenuhi kendaraan bermotor. Paling ramai jika musim liburan sekolah dan akhir pekan.
“Dulu pengunjung berdatangan dari seluruh kota di Jawa,” kata pemilik toko Pusgitta (Pusat Grosir Tas Tanggulangin), Ismail Syarif.
Kini, meski jumlah pembeli tak sebanyak sebelum lumpur lapindo namun transaksi jual beli mulai kembali stabil. Toko tas seluas empat kali lapangan bola voli ini memajang aneka tas, sepatu, ikat pinggang dan dompet. Total koleksi produk mencapai 700-an jenis, hasil karya para perajin. Berbagai jenis tas yang terpajang di etalase toko mengikuti mode tas dunia.
Selintas tas yang dipajang keluaran pabrikan tas termuka dunia Channel, bahkan aksesorisnya pun selintas mirip aslinya. Orang awam tak menyangka jika tas tersebut diproduksi para perajin Tanggulangin. Harganya pun terjangkau, dijual seharga Rp 200 ribuan. Toko yang terletak tak jauh dari jalan raya Surabaya-Malang ini cukup strategis, lahan parkir tersedia luas.
Siang itu, jumlah pengunjung bisa dihitung jari. Tak lebih sekitar 10 an orang, keluar masuk toko yang mempekerjakan 15 pegawai ini. Berbagai upaya dilakukan Ismail agar kerajinan tas tanggulangin tetap dikenal.
Diantaranya bersama perajin lainnya menggelar pameran di seluruh kota di pulau Jawa untuk meningkatkan penjualan. Usahanya ini terbukti cukup manjur untuk menunjukkan jika kerajinan tas Tanggulangin masih tetap ada. “Bertahan saja alhamdulillah,” ujarnya.
Pada puncak keemasannya, omset pendapatannya setiap bulan mencapai Rp 450 juta. Namun, sejak lumpur Lapindo omsetnya berkurang hanya Rp 50 juta perbulan. Penyebabnya, para pelangganya menganggap pusat kerajian tas Tanggulangin ikut tenggelam luapan lumpur Lapindo. Selain itu, sejak lumpur Lapindo jalan Surabaya-Malang macet sehingga menyusahkan pembeli untuk datang ke toko kerajinan tas tersebut.
Sejak penjualan kerajinan tas tersendat, Ismail memecat karyawannya. Awalnya, ia mempekerjakan sekitar 300 pekerja, kini hanya tersisa 90 pekerja. Keuntungannya pun semakin menipis, jika sebelumnya keuntungannya mencapai 40 persen dari penjualan kini turun hanya 10 persen. “Empat mobil habis terjual,” katanya.

Ismail memulai belajar memproduksi tas dan koper sejak 1963, saat itu tengah duduk kelas 3 Sekolah Dasar. Ia belajar bersama pamannya Nurali yang merintis usaha sejak 1955. Pada 1971 bersama kakak dan adiknya, Ismail bekerja mandiri mengerjakan tas dan koper untuk memenuhi pesanan para pengepul di Surabaya. Sebagian keuntungan ditabung untuk membeli peralatan dan mesin tas.
Awalnya, dengan empat pekerja hanya mampu memproduksi 12 tas. Namun, Ismail menjaga kualitas dan harga bersaing. Usahanya terus berkembang, ia memasok pesanan hingga ke Jakarta. Ismail juga memperhatikan model tas yang dimintai pasar serta meniru tas dari majalah mode tas Italia. Ismail meniru bentuk, warna dan ragam aksesorisnya. “Majalah ini mengeluatkan model tas tahun depan,” tuturnya.
Ismail semakin kreatif setelah mengikuti pelatihan di Balai Kulit Yogyakarta pada 1985. Ia dilatih khusus oleh desainer tas asal Prancis. Selanjutnya, 1987 Ismail memenuni pasar ekspor ke Amerika, Eropa dan Asia melalui eksportir asal China. Jerman memesan berbagai jenis dompet dan Italia memesan ikat pinggang yang terbuat dari kulit burung unta.
Setiap dua bulan, katanya, Ismail memasok sebanyak satu kontainer penuh. Namun, pasar ekspor ini hanya dirasakan selama 1,5 tahun. Eksportir Cina menghentikan pesanan tanpa penjelasan. Meski, kualitas kulit dan tas produksi Tanggulangin tak kalah bersaing dengan produk Eropa maupun negara lain.
Memenuhi Pasar Ekspor
Pasar ekspor kembali terbuka setelah mengikuti pameran di Jakarta. Seorang pengusaha Arab Saudi memesan produk tas Tanggulangin, setiap dua bulan sekali memesan seharga Rp 300 juta. Namun, 1,5 tahun kemudian bencana lumpur Lapindo menerjang kawasan Porong dan sekitarnya. Pengusaha Arab Saudi menghentikan pesanan, lantaran menganggap perajin tas Tanggulangin ikut terendam lumpur.
Ismail dan pengrajin tas lainnya berharap relokasi jalan arteri Porong dan jalan tol kembali membangkitkan usahanya. Menurutnya, kemudahan akses jalan menuju lokasi pengrajin tas Tanggulangin juga menjadi salah satu faktor menunjang pemasaran produk pengrajin Tanggulangin.
Sebelum semburan lumpur Lapindo jumlah perajin mencapai 300 an, mempekerjakan 5 ribu an orang. Namun, usaha tas kulit rontok jumlah pengrajin hanya tersisa 90 dengan seribu pekerja. Sebagian beralih usaha membuka toko, warung dan salon. “Usaha tas kembali bangkit dua tahun terakhir,” kata ketua Industri Tasdan Koper (Intako), Sihabuddin.
Intako merupakan koperasi pengrajin tas, koper, sandal, sepatu dan jaket berdiri sejak 1976. Menampung hasil produksi 310 pengrajin. Sejak 1990, Intako memenuhi pesanan tas pembungkus alat musik dari Yamaha. Setiap bulan, katanya, dibutuhkan 2 ribu buah tas oleh Yamaha diekspor ke sejumlah negara di dunia. Setiap tahun jumlah pesanan terus meningkat.
Tas kulit wanita produksi perajin Tanggulangin, Sidaorjo. (Foto : Tempo).
Sebelum semburan lumpur Intako membukukan penjualan sekitar Rp 900 juta per bulan. Namun, sejak semburan lumpur Lapindo omset pengrajin anjlok hanya sekitar Rp 300 juta. Sejak dua tahun terakhir, penjualan kerajinan berbahan dasar kulit relatif stabil sebesar Rp 600 juta per bulan.
Melonjaknya bahan baku kulit menjadi kendala, sejak dua tahun terakhir harga kulit naik 20 persen. Harga bahan baku kulit saat ini mencapai Rp 10 ribu-Rp 20 ribu per feet. Bahan baku kulit ini dipasok perusahaan penyamaan kulit lokal. Pasokan kulit, katanya, terbatas namun belum membahaya. Kadang, pengrajin membeli bahan baku kulit impor asal harganya tetap terjangkau para pengrajin.
Sebagian pengrajin menggunakan bahan baku kulit imitasi untuk mengimbangi tas produk Cina yang mulai menyerbu pasar. Sihabuddin tak khawatir dengan serbuan tas Cina. Sihabuddin optimistis pengrajin Tanggulangin mampu bersaing secara sehat karena kualitas dan harganya tak kalah dibanding tas China.
Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sidoarjo mencatat usaha tas Tanggulangin mulai kembali bergairah. Berbagai upaya promosi dilakukan bersama para pengrajin. Pengrajin tas Tanggulangin mengikuti pameran skala nasional hingga internasional. Pengrajin Tanggulangin tak pernah absen ikut pameran Inacraft.
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo menyediakan pinjaman lunak bagi pelaku usaha kecil menengah. Dana sebesar Rp 7 miliar diputar secara bergukir untuk membantu permodalan pengrajin di Sidoarjo. Tujuannya, untuk mempercepat usaha pengrajin tas Tanggulangin segera bangkit.
Bangkitnya usaha tas ini juga menaikkan pendapatan negara atas pajak penjualan dan pajak penghasilan. Selain itu, daerah juga diuntungkan dengan pajak reklame, parkir, dan Ijin Mendirikan Bangunan di sekitar Tanggulangin. “Pajak masuk pemerintah pusat,” katanya.

Jalan, baca dan makan
artikel bagus sangat bermanfaat. saya juga ingin berbagi informasi yang lain, silahkan dikunjungin : https://www.unair.ac.id/site/article/read/3659/umkm-sebagai-daya-ungkit-utama-ekonomi-di-era-pandemi.html
Thank you for nice information. Visit us https://uhamka.ac.id