batik tulis malang
Perajin batik tulis Blimbing tengah mewarnai kain. (Terakota.id/Eko Widianto).
Iklan terakota

Terakota.idHujan mengguyur Kota Malang, tak menyurutkan para perajin Batik Blimbing untuk berkreasi dan berproduksi. Empat perajin tekun dengan masing-masing bekerjaan, ada yang menorehkan malam di atas kain dan dua lainnya mewarnai kain sesuai motif. Dwi Saputra, duduk menghadap meja kaca, berlapis kertas desain motif batik. Sehelai kain putih dibentangkan.

Tangan Dwi memegang canting elektrik, mengeluarkan malam untuk menutup setiap bagian kain sesuai motif. Canting digerakkan perlahan, berhati-hati agar sesuai dengan motif topeng Malang. Selama empat bulan Dwi bekerja sebagai perajin batik, tak banyak kendala berarti saat bekerja. “Butuh ketelitian, canting elektrik lebih mudah dan cepat,” kata Dwi.

Dia sanggup mengerjakan aneka motif batik di selembar kain dalam tempo dua hari. Puluhan desain batik telah dikuasainya. Setiap tahun, Batik Blimbing selalu mengeluarkan motif terbaru. Motif topeng Malang dan gunungan garuda yang paling diminati para pembeli.  Sementara dua perajin lainnya bertugas memberi warna. Telaten, mereka mengoleskan pewarna kain dengan kuas.

Rumah seluas 250 meter persegi beralamat Jalan Candi Jago Nomor 6, Blimbing, Kota Malang ini menjadi galeri, workshop, sekaligus rumah tinggal. Pasangan suami istri, Sabihudin danWiwik Niarti menyulap ruang tamu dan halaman rumah menjadi workshop batik tulis. Sedangkan garasi diubah menjadi galeri atau ruang pamer aneka produk batik tulis yang diproduksi.

Batik tulis ini berawal dari aktivitas keduanya yang menjadi pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPM) dan Tim Penggerak Pembina dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Kelurahan Blimbing. Pada 2009, Kelurahan Blimbing mendapat bantuan dana hibah sebesar Rp 500 juta. Dana digunakan untuk pembangunan fisik, dan ekonomi kreatif.

Salah satunya digunakan untuk pelatihan membatik. Sebanyak 30 anggota PKK mengikuti pelatihan kerajinan batik tulis.  Namun, dua bulan setelah pelatihan tak ada yang tergerak untuk memproduksi batik. Sementara Wiwik memilih mendalami batik tulis ke Yogyakarta dan belajar dengan seorang guru jurusan tekstil di SMK Negeri 5  Kota Malang.

Awal 2010, bermodal Rp 5 juta Wiwik berbelanja bahan baku dan peralatan untuk memulai memproduksi batik tulis. Tetapi gagal, kain luntur. Setelah berkonsultasi ke seorang guru di SMK Negeri 5, Wiwik menerapkan teknik waterglass untuk mencegah luntur.  Dua lembar kain yang pertama kali diproduksi dijual ke teman Wiwik sesama guru seharga Rp 150 ribu. “Awal untuk promosi dan uji coba,” kata Sabihudin.

Setelah berhasil, Wiwik mempekerjakan tetangga yang aktif di PKK. Tahap awal, sebulan hanya mampu memproduksi empat lembar kain batik tulis. Namun tak berlangsung lama, hanya bertahan setahun. Setelah itu, dia mencari perajin lain. Sedangkan untuk pemasaran memanfaatkan jaringan pertemanan. Dari mulut ke mulut.

Motif Topeng Malang

Batik tulis motif topeng Malang paling banyak diburu pembeli. (Terakota.id/Eko Widianto).

Wiwik juga terus menciptakan beragam desain yang khas dan menarik. Salah satunya, motif topeng Malang. Tak sembarangan, sebelum menggunakan motif topeng Malang Wiwik meminta izin kepada maestro topeng Malang mendiang Mbah Karimun dan Ki Soleh Adi Pramono. Motif  khas topeng Malang ini telah terdaftar di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada10 November 2012. Motif ini mendapat perlindungan selama 70 tahun.

“Tapi sudah ada yang menjiplak, ya tak masalah,” katanya. Motif topeng Malang dan gunungan pancasila yang banyak diburu pembeli. Batik Blimbing memiliki puluhan motif yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar. Wiwik mendapat beragam pelatihan dan pembinaan dari Pemerintah Kota Malang dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mengembangkan usaha. Mulai teknik produksi, manajemen, hingga pemasaran. Serta mengikuti pameran di Bali, Batam, Palangkaraya, Jakarta dan Surabaya.

Wiwik mengakui Batik Blimbing semakin berkembang dan dikenal sejak mengikuti pelatihan dan pameran. Termasuk mengikuti pelatihan di Pusat Pelatihan Kewirausahaan (PPK) Sampoerna di Sukorejo, Pasuruan. Serta pameran yang diselenggarakan di Taman Krida Budaya Jawa Timur pada 14-15 Oktober 2017. Pameran diikuti sebanyak 72 pelaku Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Kain batik tulis Blimbing yang produksi juga dipajang di sejumlah gerai dan ruang pamer milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur. “Istri Bupati Sumenep pesan dua lembar kain. Langsung datang ke rumah,” katanya.

Padahal, Sumenep merupakan salah satu sentra batik di Jawa Timur. Ternyata, motif yang menawan menjadi salah satu daya tariknya. Wiwik juga menata manajemen dan pemasaran, termasuk membuat situs batikmalang.com untuk mengenalkan produk batik tulis yang diproduksi.

Kini, rata-rata setiap bulan mampu memasarkan sebanyak 30 lembar kain batik tulis. Pembeli datang langsung atau memesan secara online atau daring.  Keterbatasan tenaga terampil, menyebabkan Batik Blimbing kewalahan memenuhi pemesanan. Pembeli sekitar 80 persen berasal dari Jakarta dan Jawa Barat, selebihnya warga sekitar Malang.

“Mereka wisatawan yang berkunjung ke Malang. Batik Blimbing menjadi oleh-oleh,” katanya. Harga setiap lembar kain batik tulis mulai Rp 500 ribu sampai Rp 750 ribu. Tergantung warna, motif dan tingkat kesulitan produksi. Sabihudin tak segan turun langsung untuk mengecek dan mengerjakan waterglass untuk mengunci warna, agar tak luntur.

Canting elektrik, katanya, lebih mudah dan mempercepat produksi. Jika menggunakan canting tradisional, setiap bulan hanya mampu memproduksi tujuh kain per bulan. Sedangkan canting elektrik mampu memproduksi antara 25-30 lembar kain per bulan. Canting tradisional tetap digunakan untuk pelatihan membatik.

Wisata Batik Tulis Khas Malang

Perajin tengah mengerjakan proses melapisi kain dengan malam dengan teknik canting elektrik. (Terakota.id/Eko Widianto).

Batik Blimbing menerima pelatihan membatik untuk pelajar mulai Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Peserta pelatihan sejumlah sekolah di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Termasuk  wisatawan dan mahasiswa luar negeri yang menjalani pertukaran mahasiswa.
“Wisatawan datang dari Negara di Eropa, Timur Tengah dan Asia.”

Tak hanya belajar membatik, kadang mereka juga membeli kain batik khas Blimbing. Setiap peserta membayar Rp 75 ribu, mendapat bahan baku membatik. “Hasil kreasi mereka membatik bisa dibawa pulang. Dibingkai,” katanya.

Sabihudin dan Wiwik bermimpi mengembangkan batik tulis sebagai bagian dari atraksi seni dan dikemas untuk kunjungan wisata. Selain untuk mengenalkan batik tulis khas Malang, juga untuk melestarikan tradisi. “Tradisi membatik dan topeng Malang harus dipertahankan,” tuturnya.

Dinas Koperasi dan UMKM Kota Malang mendata sebanyak 30 perajin batik di Malang. Namun, hanya 28 perajin yang masih tetap berproduksi. Perajin batik tulis di Malang belum berkembang optimal karena berupa usaha rumahan. “Masih skala kecil, rumahan,” kata Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Malang Tri Widyani Pangestuti.

Untuk menunjung para perajin batik, Pemerintah Kota Malang membantu promosi, pameran dan pemasaran. Para perajin digandeng untuk pameran untuk even nasional dan internasional. Termasuk membantu akses permodalan untuk mengembangkan usaha semakin besar.