Gedung Bank Commonwealth sebagai Bangunan Cagar Budaya

Gedung Bank Commonwealth ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya (BCB) pada 12 Desember 2018. (Foto: Restu Respati).
Iklan terakota

Terakota.IDGedung Bank Commonwealth ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya (BCB) pada 12 Desember 2018. Bangunan yang beralamat di Jalan Basuki Rahmat nomor 81 Kota Malang ini memang layak untuk ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya lantaran memiliki nilai penting bagi kesejarahan Kota Malang.

Gedung ini dikenal sebagai salah satu “Bangunan Kembar Radjabally” terletak di sisi sebelah selatan. Dengan gaya arsitektur beraliran Nieuwe Bouwen’ yang berkembang antara 1915 sampai 1930-an, bangunan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat luar Kota Malang dan masyarakat Kota Malang sendiri.

Karel Bos sebagai arsitek yang merancang pembangunan kedua “Bangunan Kembar” ini telah sukses besar mengaplikasikan gambaran Thomas Karsten sebagai arsitek dan perencana kota Malang. Karsten menginginkan sebuah kota dengan tampilan yang mengintegrasikan lingkungan perkotaan kolonial dengan elemen lokal. Keindahan kota Malang dengan latar belakang pegunungan tetap dipertahankan.

Bagian atas kedua gedung terdapat menara yang seolah sebagai tangan penyangga pegunungan ‘Putri Tidur’ dan sekaligus sebagai penanda pintu gerbang menuju kawasan “Bergenbuurt” yang sekarang dikenal sebagai kawasan Idjen Boulevard, yang saat itu dikonsep sebagai kota mandiri baru.

Pasukan militer Belanda menguasai Kota Malang, sebuah kendaraan lapis baja berjalan di depan bangunan di kawasan Rajabally Kota Malang pada 29 Agsts 1947. Foto oleh Marine Voorlichtingsdienst. (Foto: Nationaal Archief).

Sayangnya pemberian nama ‘Bangunan Commonwealth’ yang ditetapkan sebagai nama Bangunan Cagar Budaya ini serasa kurang tepat. Karena status Bank Commonwealth hanya sebagai pihak penyewa gedung. Saat ini Bank Commonwealth tidak lagi menempati gedung ini dan telah pindah ke Jalan Jaksa Agung Suprapto. Jika gedung ini disewa dan dipakai pihak lain dengan nama yang berbeda, bukankah hal ini akan membingungkan penyebutan Bangunan Cagar Budaya ini?

Sebelum disewa Bank Commonwealth, gedung ini juga pernah dipergunakan oleh lembaga keuangan lain yaitu Bank Artha Niaga Kencana. Jika menilik dari data sejarah yang ada, gedung ini awalnya adalah toko perhiasan emas bernama ‘Juwelier Tan’, sesuai dengan nama pemiliknya yaitu Tan Siauw Khing. Akan lebih tepat kiranya jika nama Bangunan Cagar Budaya ini adalah ‘Juwelier Tan’. Selain agar tidak membingungkan jika nama gedung ini berganti pemilik dan penyewa, juga untuk mengingatkan kesejarahan bahwa gedung ini awal mula berdiri bernama ‘Juwelier Tan’.

Penamaan yang sama hendaknya juga diberlakukan pada ‘saudara kembar’nya yang saat ini menjadi usaha kuliner bernama ‘Lavayette’. Jika kelak bangunan ini juga ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya hendaknya dengan nama ‘Boekhandel Slutter-C.C.T van Dorp Co’ atau ‘Rajabally’.

Namun kapan ‘saudara kembar’ ini akan memiliki status yang sama sebagai Bangunan Cagar Budaya? Kita hanya bisa berharap karena kedua ‘Bangunan Kembar’ ini dibangun dan dirancang memang sebagai ‘pasangan yang tak terpisahkan’ dan ‘terlahir dari rahim yang sama’.

Salam Cagar Budaya,

 

 

1 KOMENTAR