
Oleh: Christina Margaretha Snae*
Terakota.ID—Perkembangan teknologi yang pesat, membuat informasi mudah dan cepat diakses oleh siapapun dan kapanpun. Semua kalangan memanfatkan teknologi untuk mendapat informasi. Sebagian besar penggunanya adalah generasi Z atau Gen Z yang lahir antara 1997-2000.
Generasi Z merupakan “digital native“ di ruang digital, ada yang menyebut sebagai “pengabdi teknologi.” Lantaran generasi Z telah membaur dengan teknologi. Mereka terbiasa dengan kemudahan, kenyamanan, dan kecepatan yang diberikan oleh teknologi dalam memenuhi kebutuhan sosial hidupnya. Namun, fenomena ini juga membawa dampak negatif terhadap gaya hidup generasi Z. Salah satu dampaknya adalah mereka terikat gengsi dalam gaya hidupnya.
Gengsi merupakan harga diri atau martabat seseorang, generazi Z ingin menunjukkan status sosial dengan cara tertentu. Banyak generasi Z yang merasa perlu menunjukkan hal mewah dan keren dalam hidup mereka, gawai , baju bermerek, gaya hidup trendy atau bahkan destinasi liburan yang mahal. Semua terpaksa disuguhkan agar bisa dipamerkan ke media sosial maupun di lingkungan nyata.
Mirisnya banyak dari generasi Z yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Salah satunya dengan pinjaman online (pinjol). Sehingga berdampak dalam kehidupan sosial mereka, ada tekanan pada aktivitas sehari-hari mereka. Apalagi dalam mengambil keputusan selalu mempertimbangkan persepsi orang lain.
Dalam teori determinisme teknologi menjelaskan bahwa teknologi memiliki kemampuan untuk mempengaruhi secara langsung perilaku penggunanya. Dalam hal ini, perilaku gaya hidup generasi Z dipengaruhi oleh teknologi yang digunakan untuk mengekspresikannya. Mereka menampilkannya di media sosial, seperti Instagram atau TikTok, untuk menentukan tingkat popularitas seseorang. Sehingga membuat generasi Z seringkali merasa perlu mengikuti tren yang sedang populer di platform media sosial dan berusaha untuk memenuhi segala hal yang dianggap keren.
Gaya hidup generasi Z yang terlilitnya gengsi juga terlihat pada aspek edukasi. Mereka banyak yang memilih belajar daring atau online bahkan membayar jasa tutor pribadi, hanya untuk mendapatkan nilai yang terbaik dan meningkatkan citra diri di mata orang lain. Kondisi ini tentu saja menjadi beban finansial bagi keluarga.
Selain itu, kecenderungan untuk mengejar kesenangan instant yang diinginkan menyebabkan kurangnya motivasi untuk belajar dan meraih prestasi akademik yang sebenarnya. Banyak dari generasi Z juga ingin terlihat aktif di media sosial dan tetap memiliki nilai bagus namun dengan cara yang salah.
Untuk menghindari dampak negatif dari terlilitnya gengsi dalam gaya hidup generasi Z, perlu dibatasi atau menerapkan manajemen waktu dalam menggunakan teknologi. Orang tua atau pendidik harus memastikan aktivitas sehari-hari anak-anak tidak terganggu gawai. Selain itu, juga perlu diajarkan etika di ruang digital dan tanggung jawab dalam menggunakan teknologi. Sehingga generasi Z dapat menggunakan platform media sosial dengan bijak dan tidak menganggapnya sebagai satu-satunya wadah untuk mengekspresikan diri.
Dalam era teknologi yang semakin maju, teori determinisme teknologi memiliki peranan penting dalam memahami dinamika hubungan antara manusia dan teknologi. Gaya hidup generasi Z yang terlilit gengsi menjadi suatu contoh bagaimana teknologi dapat mempengaruhi perilaku penggunanya. Sehingga, kita harus belajar dan memahami teori determinisme untuk mengambil pembelajaran. Agar bijak dalam menggunakan teknologi dan meminimalkan dampak negatif.
*Mahasiswa Ilmu Komunikasi Binus University
**Pembaca Terakota.id bisa mengirim tulisan reportase, artikel, foto atau video tentang seni, budaya, sejarah dan perjalanan ke email : redaksi@terakota.id. Tulisan yang menarik akan diterbitkan di kanal terasiana.

Merawat Tradisi Menebar Inspirasi