
Terakota.id—Aktivis peduli lingkungan sekaligus vokalis band Rock Navicula, Gede Robi mengajak rakyat Indonesia untuk bergerak bersama mengurangi sampah plastik sekali pakai. Lantaran meski pemerintah mengeluarkan regulasi larangan penggunaan kantung plastik, namun tak signifikan mengurangi sampah plastik.
“Regulasi telah terjebak dalam kepompong wacana. Saya pikir isu sampah plastik banyak yang peduli, tetapi masih minim,” katanya dalam siaran pers yang diterima Terakota.id. Pernyataan ini disampaikan saat Temu Wicara bertajuk, Kebijakan vs Kebajikan: Implementasi Regulasi Pelarangan Plastik Sekali Pakai, di Taman Baca Kesiman, Denpasar, Bali, Senin 19 April 2021.
Sampah plastik menjadi masalah besar yang mengancam keberlangsungan hidup dan lingkungan. Jumlah sampah yang terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk. Apalagi, kiriman jutaan ton sampah plastik dari negara maju yang diterima dengan tangan terbuka. Alih-alih menjadi sumber pundi, sampah ini justru menumpuk menjadi timbunan plastik.
Di Bali pemerintah mengeluarkan Peraturan Wali Kota Denpasar dan Peraturan Gubernur Bali yang melarang penggunaan tas kresek, sedotan plastik, dan styrofoam. Saat keluar kebijakan, terjadi pengurangan penggunaan bahan plastik sekali pakai. Namun, kini produsen dan masyarakat kembali menggunakan plastik untuk kebutuhan sehari-harinya.
“Regulasi ini menjadi prioritas kalau masyarakat yang meminta. Kita harus melihat apa yang jadi prioritas regulasi pemerintah adalah apa yang disuarakan oleh warga. Kalau warga tidak mau, regulasi juga angin-anginan,” kata Robi.
Refleksi isu plastik, katanya, sebenarnya merupakan isu keseharian masyarakat. Jika gerakan kesadaran masyarakat semakin besar, maka bahan bakar regulasi pun terisi penuh. Sehingga dapat membuahkan kebajikan yang tajam dan tegas. Terutama mengingatkan para produsen yang memproduksi plastik kemasan sekali pakai.
“Kolaborasi yang terpenting. Kita tidak bisa bergerak sendirian, saatnya kita bergerak untuk masa depan,” katanya.
Robi mengatakan gerakan kolaborasi bisa mendorong regulasi menjadi serius. Regulasi ada karena tuntutan masyarakat. Melalui regulasi pula untuk menekan produsen untuk mengurangi kemasan plastik sekali pakai. “Ini akan berputar terus, karena kesadaran konsumen dan korporasi saling berhubungan,” tegasnya.
Ahli biologi dan penjaga sungai asal Jawa Timur, Prigi Arisandi mengatakan dalam kebijakan isu sampah plastik di Indonesia mengharuskan masyarakat berperan aktif. Ibarat pertunjukkan, pemerintah membutuhkan gendang untuk menari dan beraksi untuk isu yang dianggap penting.
“Kami percaya isu sampah plastik mendapat perhatian khusus dengan mengedukasi masyarakat luas,” kata prigi.
Mereka menyuarakannya melalui film dokumenter bertajuk Pulau Plastik tayang secara serentak di bioskop mulai Kamis 22 April 2021. Mereka berupaya memberikan informasi, edukasi, serta mendorong masyarakat agar bersama-sama mencari dan menghasilkan solusi untuk membebaskan Indonesia dari persoalan sampah plastik.
“Kita butuh asupan informasi. Lewat film ini kita bisa membuat informasi berat menjadi mudah diserap,” kata Prigi yang juga Ketua Ecoton (Ecological Observation and Wetlands Conservation).
Sehingga jika mau belajar, dan berpikir kritis, Prigi mengajak mennonton film tersebut. Film ini, kata Prigi, melihat banyak orang yang mengupayakan perubahan. “Banyak yang bisa kita lakukan demi membuat perubahan yang lebih baik,” ujar Prigi.
Film Pulau Plastik produksi bersama, kerjasama Visinema Pictures dengan Kopernik, Akarumput, dan WatchdoC. Diproduseri Angga Dwimas Sasongko dan Ewa Wojkowska. Film ini menceritakan perjalanan tiga tokoh sentral protagonis yang menelusuri jejak sampah plastik di rantai makanan manusia. Tokoh-tokoh tersebut adalah Gede Robi, Tiza Mafira, dan Prigi Arisandi. Ketiganya melawan penggunaan plastik sekali pakai.

Jalan, baca dan makan