
Terakota.ID—Extreme Decay kembali merilis ulang album legendaris Sampah Dunia Ketiga. Sebuah album klasik yang diluncurkan oleh Extreme Souls Production (ESP) pada 2002. Setelah 20 tahun, Sampah Dunia Ketiga dirayakan dan dilahirkan kembali dalam format baru.
Kelahiran Sampah Dunia Ketiga mengiringi eksistensi Extreme Decay yang tengah “bandel-bandelnya”. Dengan formasi klasik – Afril (vokal), Ravi (gitar), Yuda (bass), dan Eko (drum) – saat usia dan enerjik. Keempatnya masih muda dan lajang. Keras kepala dan meluap-luap. Sedikit agak nekat dan ceroboh.
Album dirilis ulang dalam wujud piringan hitam ukuran 12” melalui kerjasama tiga label rekaman sekaligus yakni Disaster Records, Snakecharm Records, dan Samstrong Records. Proses mastering ulang semua materi lagu dikerjakan Yobbi Ananta di Grim Studio, Jakarta. Vinyl edisi spesial 20th Anniversary dikemas dalam gatefold plus memuat bonus stiker, poster, woven patches, serta liner notes yang ditulis Samack.
Vinyl dicetak terbatas sebanyak 100 kopi, dipatok seharga Rp 420 ribu. Pra pesan dibuka mulai 26-31 Agustus 2022 melalui tiga label rekaman. Diedarkan mulai 1 September 2022. Tersedia paket bundling serta aneka merchandise edisi spesial perayaan 20 tahun Sampah Dunia Ketiga.
“Sekarang kita ganti pakai sampul yang baru dan orisinil…,” kata Afril menjelaskan desain sampul Sampah Dunia Ketiga versi reissue. Ravi menjelaskan desain sampul baru digarap sendiri. Konsep dasarnya, tetap sama seperti dulu. Menggunakan foto yang diolah sendiri di rumah.
“Sampah Dunia Ketiga total memuat 26 lagu dalam durasi 30-an menit saja,” katanya. Dibangun dalam fondasi musik grindcore tradisional yang tegas serta mengakar pada irama punk/crust yang kuat di banyak sisi. Itu tak lepas dari konsumsi Napalm Death, Terrorizer, Brutal Truth, hingga album-album punk/hardcore klasik yang digandrungi para personelnya.
Kalau tema liriknya sudah jelas dan lugas. Hampir semuanya menggugat isu sosial dan politik dalam kacamata warga dunia pinggiran. Mengurai third world problems yang dirasakan oleh generasi binaan rezim Orde Baru di negara yang baru saja terjangkit sindrom pasca reformasi – yang kemudian mulai muak dengan segala euforia dan omong kosong tentang demokrasi, hak asasi manusia, serta pemerintahan yang adil dan beradab.
Saat itu, kata Ravi, album berformat kaset dan cakram padat dalam jumlah terbatas. Semua materi musik direkam Extreme Decay di Natural Studio (Surabaya), pada April 2001. “Rekaman Sampah Dunia Ketiga di studio Natural, pakai live recording. Kalau ada yang salah ya ulang lagi dari awal. Pokoknya sehari kudu kelar waktu itu,” kata Eko mengenang.
Bahkan, perangkat rekaman masih analog. Sehingga saat itu mereka juga belajar take drum memakai metronom. Sedangkan versi awal desain sampul album memakai foto colongan dari internet. Terinspirasi dari sampul Need To Control-nya Brutal Truth. Dengan kejujuran yang polos, mereka menulis “Front picture stolen from Countingdays Poster” pada kreditnya.
Suatu hal lumrah yang sering dilakukan band underground pada zaman itu yang tumbuh bersama revolusi internet gelombang pertama. Extreme Decay merekam ulang lagu “Terror Reign” (Regurgitate) dan “Condemned System” (Terrorizer) di album ini. Kelak, kedua lagu tersebut “melancong” lebih jauh menjadi bagian dari rilisan album tribut bagi Regurgitate dan Terrorizer yang dipasarkan secara internasional oleh label rekaman asing.
Album itu juga turut mewarnai kancah underground secara umum di kota Malang pada rentang 2000-an. Ada secercah cahaya pada aktifitas bermusik di irama ekstrim – setelah sebelumnya hidup di era “kegelapan” yang minim wawasan, referensi, serta akses informasi.
Munculnya gejolak anak muda yang mulai lihai merayakan ekspresi sekaligus merespon zaman. Tumbuh kembangnya etos kerja kolektif dan berjejaring. Dipacu oleh aktifitas rekaman dan label minor, gigs dan tur mandiri, zine dan dialog tongkrongan, juga distro dan clothing line. Berbalut nyali pemuda usia duapuluhan yang di-gaspol. Tanpa banyak kepentingan maupun gimmick.
Tepat di tengah masa itu pula Sampah Dunia Ketiga lahir dan menempuh takdirnya dalam momentum yang pas. Extreme Decay kemudian mendapatkan ekspos dan respon yang lebih besar setelah merilis album tersebut. Bahkan sering disebut kalau Sampah Dunia Ketiga adalah album yang cukup esensial dan turut menginspirasi peradaban musik grindcore di Indonesia.
Dua dekade pasca Sampah Dunia Ketiga, ternyata masalah pokok yang terjadi di sekitar kita ternyata masih tetap saja. Nyatanya kondisi dunia ketiga belum berubah. Masih penuh dengan sampah, malah makin menggunung dan membusuk. Sehingga mungkin Sampah Dunia Ketiga bakal terus relevan untuk didengarkan sampai hari ini.

Jalan, baca dan makan