
Terakota.id-–Extreme Decay kembali melucurkan single anyar bertema ekologi berjudul kolaps. Karya ini diciptakan selama masa pandemi ini diluncurkan dalam wujud video musik garapan Dimas Tirta Arwana pada 7 Juli 2021 melalui kanal YouTube Extreme Decay.
Kolaps mengisahkan bencana ekologi, tentang kondisi lingkungan yang semakin buruk. Serta proses percepatan kerusakan akibat ulah sebagian umat manusia yang tamak dan pola industri yang tidak berkelanjutan. Seluruh baris liriknya bernada protes.
Lagu ini selalu relevan dengan kondisi di seluruh belahan bumi. Termasuk di Indonesia, yang terus dirundungg masalah lingkungan. Mulai kasus tambang emas dan tembaga di Papua dan NTT, pembalakan hutan di Kalimantan, kebun sawit di Sumatera, sampai soal industri semen di Jawa. Terjadi kerusakan ekosistem. Masyarakat, generasi penerus dan ekologi menjadi korban.
“Kolaps sengaja dibikin untuk mengingatkan mengenai isu tersebut,” kata vokalis Ectreme Decay, Afrl dalam siaran pers yang diterima Terakota.id. Kolaps merupakan lagu berdurasi pendek yang mempertahankan pacuan irama grindcore serta menyelipkan pengaruh kuat dari nada-nada crust, hardcore dan power violence.
Sekaligus membuktikan jika Extreme Decay belum menunjukkan tanda-tanda mengurangi kecepatan bermusik. Bahkan mungkin lebih ngebut daripada sebelumnya. Selama dua hari, 12-13 Juni 2021 Extreme Decay merekam sembilan materi musik terbaru mereka di Natural Studio, Surabaya. Salah satunya adalah track berjudul Kolaps yang diluncurkan sebagai single perdana.
“Tidak ada yang menyangka kita akan berada di situasi seperti sekarang ini,” katanya. Kondisi saat ini, katanya, semakin suram dan tak pernah terbayangkan sebelumnya. Pandemi Covid-19 menggelayut, menghantui setiap manusia. Melanda seluruh belahan dunia dan belum kunjung berakhir.
“Sudah hampir 12 tahun berselang semenjak album Holocaust Resistance. Akhirnya kami merasa membuat sesuatu kembali,” ujarnya. Mereka melontarkan apa yang tertimbun di kepala mereka selama ini.
Extreme Decay merupakan unit pengusung musik grindcore, terbentuk di Malang pada Januari 1998. Sejak awal berdiri, mereka sudah produktif dan mengebut memproduksi berbagai karya rekaman. Dua tahun pertama, mereka berhasil merilis tiga album studio dan dua demo rehearsal melalui berbagai label rekaman di Indonesia maupun luar negeri.
Mereka juga memiliki berbagai proyek album split dan kompilasi internasional selama lebih dari dua dekade eksistensi mereka. Album terakhir Extreme Decay bertajuk Holocaust Resistance dirilis Armstretch Records pada 2010 silam.
Formasi Extreme Decay digawangi Afrl (vokal), Ravi (gitar/vokal), Ruli (gitar/vokal), Anizar Yasmeen (bass/vokal), dan Eko (drum/vokal). Meski para personel berdomisili berjauhan yakni di Malang dan Pekanbaru, mereka berlima tetap berkomunikasi secara intens. Menulis materi musik baru, serta kembali dengan karya dan agenda berikutnya.
Extreme Decay meluncurkan beberapa edisi merchandise terbaru ke pasaran. Rencananya mereka akan merilis mini album (EP) edisi terbatas yang pada momen Record Store Day, 17 Juli 2021 mendatang. Selepas itu, mereka akan kembali rekaman untuk album penuh yang bakal dirilis pada awal 2022.

Jalan, baca dan makan