
Terakota.id—Epos Panji hidup dalam tradisi tutur lisan rakyat. Kisah pengembaraan Panji mencari Candrakirana menginspirasi berbagai dongeng rakyat. Beberapa dongeng rakyat berkiblat pada Cerita Panji. Ande-Ande Lumut, Timun Mas, Keong Mas, Thothok Kerot, Utheg-utheg Ugel, Kethek Ogleng, Yuyu Kangkang.
Ande-Ande Lumut mengisahkan penyamaran Dewi Sekartaji menjadi Klenting Kuning. Dongeng ini bermula ketika Dewi Sekartaji dan Panji Asmarabangun telah menikah. Kerajaan Jenggala diserang musuh secara tiba-tiba.
Dewi Sekartaji melarikan diri. Ia menyamar jadi gadis kampung bernama Klenting Kuning. Ia tinggal di rumah seorang janda kaya raya, Nyi Intan namanya. Nyi Intan dan anak-anaknya selalu menyuruh Klenting Kuning melakukan pekerjaan rumah.
Di lain sisi Panji Asmarabangun mencari Dewi Sekartaji. Ia juga menyamar jadi Ande-Ande Lumut. Panji Asmarabangun alias Ande-Ande Lumut dibantu Mbok Randa perihal tempat tinggal. Di Desa Dadapan, sebuah desa yang terpisah oleh sungai, Ande-Ande Lumut menggelar pencarian jodoh. Dibantu para pengawal, informasi pencarian jodoh disebarkan ke seluruh pelosok desa.
Nyai Intan dan ketiga anaknya, Klenting Abang, Klenting Ijo dan Klenting Biru menghalangi Klenting Kuning agar tak berangkat ke Desa Dadapan. Mereka menyuruh Klenting Kuning mencuci pakaian kotor ke sungai. Sementara anak-anak Nyai Intan pergi ke tempat sayembara.
Di sungai, Klenting Kuning bertemu burung bangau. Burung bangau itu memberikan sebuah cambuk, bisa digunakan ketika Klenting Kuning membutuhkan pertolongan. Si bangau juga menyuruh Klenting Kuning pergi ke Desa Dadapan.

Klenting Kuning pulang, lalu bersiap pergi ke tempat sayembara. Desa Dadapan terletak di seberang desa. Yuyu Kangkang menawarkan bantuan menyeberangi sungai. Sebagai imbal balik, Yuyu Kangkang mencium perempuan-perempuan yang diseberangkannya.
Klenting Kuning menolak, kesabarannya habis. Ia memukulkan cambuknya ke sungai. Seketika, Sungai Bengawan Solo surut. Yuyu Kangkang ketakutan, terpaksa ia membantu Klenting Kuning menyeberangi sungai.
Klenting Kuning terpilih karena ia dinilai masih suci, belum dicium Yuyu Kangkang. Panji Asmarabangun membongkar penyamarannya ,Klenting Kuning kaget dan tersadar. Klenting Kuning mengubah dirinya jadi Dewi Sekartaji dengan cambuk pemberian burung bangau.
Dongeng Rakyat Keong Emas
Sedangkan dalam dongeng Keong Emas, tokoh utama bernama Dewi Candrakirana dan Raden Inu Kertapati. Dikisahkan kerajaan Panjalu, sebuah kerajaan di Kediri, sang raja memiliki dua orang puteri, Dewi Candrakirana dan Dewi Ajeng. Dewi ajeng ini saudara tiri yang iri dengan Dewi Candrakirana.
Mendengar kabar Dewi Candrakirana akan dijodohkan dengan Raden Inu Kertapati, kesal hati Dewi Ajeng. Ia berencana menggagalkan pertunangan saudaranya itu. Diam-diam ia masukkan racun dalam secangkir teh yang biasa Dewi Candrakirana hantarkan untuk ayahanda.
Dewi Candrakirana diusir dari istana Kediri sebab dituduh mencelakai ayah sendiri. Dengan berderai air mata, Dewi Candrakirana berjalan hingga tepi pantai. Dewi Galuh dan nenek Gagak Ireng mengikuti tanpa sepengetahuannya.

Dewi Candrakirana diserang oleh nenek gagak Ireng, penyihir yang membantu Dewi Ajeng. Dewi Candrakirana berubah jadi seekor keong berwarna emas. Dewi Ajeng melempar keong itu ke tengah laut.
Raden Inu Kertapati mencari kekasihnya. Ia menyamar jadi rakyat biasa. Di jalan, Raden Inu Kertapati membantu kakek yang kehausan. Kakek itu menunjukkan jalan menuju lokasi Dewi Candrakirana berada.
Raden Inu Kertapati pada suatu ketika bertandang ke rumah Mbok Randa untuk minta minum. Saat Mbok Randa mengambilkan minum, Raden Inu Kertapati mencium bau enak makanan. Ia penasaran, siapa yang memasaknya. Mbok Randa menceritakan Candrakirana, gadis yang terkutuk jadi keong emas. Usut punya usut, Mbok Randa ini menemukan keong emas di tepi laut.
Setelah bersua kembali dengan kekasih, Raden Inu Kertapati memboyong sang putri pulang ke kerajaan Kediri. Keduanya melangsungkan pertunangan. Dewi Ajeng marah kepada nenek Gagak. Akhir cerita justru dirinya yang disihir menjadi keong warna hitam.
Dongeng Entit
Dongeng bermula saat Panji Asmarabangun meninggalkan Kerajaan Jenggala tanpa sepengetahuan istrinya, Dewi Candrakirana. Kepergiannya yang tanpa sebeb membuat Dewi Candrakirana merasa terluka, khawatir. Sang istri itu lantas jatuh sakit, tak kunjung sembuh.
Pihak kerajaan jadi kebingungan. Raja Lembu Amiluhur mengadakan sidang paripurna. Hasilnya memutuskan Panji Gunung Sari dan dua pengikutnya mencari Panji Asmarabangun. Dewi Ragil Kuning, adik Panji Asmarabangun diam-diam juga mencari kakaknya tanpa sepengetahuan pihak kerajaan.
Dewi Ragil Kuning bertemu seorang buruk rupa bernama Entit di Desa Banjarsari. Entit merupakan penyamaran Panji Asmarabangun. Keduanya saling merasa kaget meskipun Entit belum membogkar penyamarannya.

Dewi Ragil Kuning sering berkegiatan bersama Entit. Kecantikan Dewi Ragil Kuning menarik banyak pria, mereka saling memperebutkan putri tersebut. Entit dengan kesaktiannya melindungi Dewi Ragil Kuning dari kejahatan selama di Desa Banjarsari.
Panji Gunung Sari sampai juga pengembaraannya di desa itu. Ia membantu menengahi perdebatan Entit dan pria-pria yang merebutkan Dewi Ragil Kuning. Panji Gunung Sari marah setelah mengetahui yang diperebutkan ternyata calon istriya sendiri.
Lalu ia berhadapan dengan Entit. Terjadilah pertempuran sengit antara kedua putra bangsawan dari kerajaan Jenggala dan Kediri. Panji Asmarabangun setingkat lebih sakti dari Panji Gunung Sari.
Ketika Panji Gunung Sari terdesak, ia mengeluarkan pusaka sakti andalannya. Entit atau Panji Asmarabangun tersudut. Entit terkena tusukan pusaka. Jasadnya berubah jadi Panji Asmarabangun. Penyamaran Panji Asmarabangun menjadi Entit yang buruk rupa terbongkar.
Dewi Ragil Kuning dan Panji Gunung Sari terkejut, lantas minta maaf pada Panji Asmarabangun. Panji Asmarabangun dan kedua adiknya kembali ke kerajaan Jenggala.
Cerita Panji dalam Dongeng Rakyat
Dewitri Ayu Maharani dalam laporan ilmiah berjudul Tiga Versi Cerita Panji: Kajian Naratologi Menurt Perspektif A.J. Gremas menuliskan dongeng Ande-Ande Lumut, Keong Mas dan Entit, memiliki pola penceritaan yang sama.
“Kerinduan dan terpisah, perjalanan Panji, penyatuan antara laki-laki dan perempuan, pertemuan dengan pertapa yang menolong Panji, penyeberangan ke desa seberang melalui perairan. Pola ini hadir dalam Cerita Panji, menjadi alur penceritaan,” tulis Dewitri Ayu Maharani.
Tokoh-tokoh dalam Cerita Panji secara sentral mengisahkan Panji (Inu Kertapati) dan Sekartaji atau Candrakirana. Panji merupakan pangeran Kerajan Jenggala. Sementara Sekartaji, putri kedaton Kediri. Latar tempat berkisar di Jenggala Kediri, Urawan, Singasari, kadang-kadang di Gagelang.
Karsono H. Saputra dalam artikel ilmiah berjudul Cerita Panji : Representasi Laku Orang Jawa menyebut kedua keturunan raja itu dipertunangkan sejak kecil. Wasiat dari Raja Airlangga sebelum wafat.
“Kisahan atau cerita seputar pengembaraan salah seorang di antara tokoh utama (Panji atau Sekartaji) dengan diikuti oleh para kadean ‘pengikut’ (untuk Panji) atau para emban ‘dayang-dayang’ (untuk Sekartaji). Disusul salah satu tokoh utama, sebab mencari tokoh utama yang pergi,” tulis Karsono H Saputra.
Cerita Panji pada dasarnya mengandung unsur utama berupa pengembaraan, penyamaran dan percintaan. Dalam pengembaraan, tokoh utama selalu berperang, mengalahkan musuh-musuhnya. Cerita diakhiri pertemuan kedua tokoh utama dalam ikatan pernikahan.
Karsono H. Saputra menuliskan Panji sempat berubah nama menjadi Klana Jayengsari, Kudanarawangsa, Angronakung. “Biasanya nama samaran tokoh utama menjadi judul cerita, kecuali Panji Angreni. Panji Angreni adalah nama putri Patih Jenggala Kudanawarsa, pernah dinikahi Panji meski tak direstui oleh raja Jenggala,” tulis Karsono H. Saputra.
Nama Panji berasal dari kata panji, apanji, mapanji Dalam bahasa Jawa kuna, panji merupkan gelar bangsawan tinggi. Panji Tohjaya, putra Ken Arok dengan Ken Umang, serta Sang Mapanji Angragani, beberapa tokoh sejarah yang menggunakan nama panji, apanji atau mapanji.
Nama Inu berasal dari kata hino. Kata ini dalam bahasa Jawa kuna merujuk pada golongan bangsawan tingkat tinggi, seorang putra mahkota. Nama Panji Inu menggambarkan sosok putra mahkota kerajaan Jenggala.
“Cerita Panji berkembang di pesisir Jawa Timur pada abad ke-16 sampai abad ke-17 sebelum masa kesusastraan Islam. Berg mengemukakan teori, cerita Panji terjadi pada Aman Pamalayu antara rentang tahun 1227-1440,” tulis Karsono H. Saputra.
Karsono H. Saputra menambahkan Poerbatjaraka menolak pendapat Berg tersebut. Alasannya Poerbatjaraka menilai antara rentang tahun 1227 sampai tahun 1400, ingatan penyusun cerita Panji ingat baik tentang kerajaan Singasari, sehingga tak mengacaukan keberadaannya, sezaman dengan Jenggala dan Daha.
Selain itu, cerita Panji tak ditemukan bukti ditulis dalam bahasa Jawa kuna. Pada perkembangannya, cerita Panji yang menjadi sastra Jawa yang dikenal juga di ranah sastra Melayu, Bali, Lombok, Sulawesi Selatan, dan bahkan hingga menyebar ke Thai dan Kampuchea.
