Mas Dhe barenga Hanifan Yudani Kusuma salah satu atlet timnas Pencak Silat Indonesia berasal dari perguruan Tadjimalela. (Foto: Dok. Pribadi)
Iklan terakota

Terakota.id–Seni bela diri pencak silat memiliki ikatan historis dan kultural yang kuat dengan bangsa Indonesia. Setiap gerak merupakan bagian dari usaha beradaptasi dengan alam dan lingkungan. Menghadapi tantangan alam dengan menciptakan gerakan bela diri yang mengadopsi gerakan-gerakan binatang. Seperti kera, harimau, ular, burung elang, dan sebagainya.

Selain itu, eksistensi suku bangsa dan kerajaan memiliki kemampuan beladiri yang mumpuni dan seni berperang. Seni bela diri pencak silat berkembang di nusantara, sehingga berdiri beragam perguruan bela diri. Keterampilan bela diri ini telah mendarah daging, sehingga tak heran Indonesia menjadi juara umum pencak silat dalam Asian Games 2018.

Sebagai pewaris tradisi para pesilat, kabar ini menggembirakan sekaligus membanggakan. Kontingen Indonesia mengoleksi 14 emas dan 1 perunggu dari total 16 nomor pertandingan. Pencak silat di Asian Games 2018 diikuti 167 atlet dari 16 negara. Sedangkan Indonesia mengirimkan 22 atlet.

Sosok di Balik Prestasi Atlet Pencak Silat

Berderet bangunan tua di Jalan Surakarta Kota Malang. Salah satu bangunan merupakan wisma Pusat Pembinaan dan Pelatihan Olahraga Mahasiswa (PPLM) Pencak Silat Jatim 2 Universitas Negeri Malang (UM). Suatu malam di halaman wisma tampak empat orang terdiri dari tiga perempuan dan seorang laki-laki. Sebuah matras di gelar, mereka tengah berlatih gerakan seni bela diri pencak silat.

Dari balik kaca jendela, samar terlihat sosok pria. Pria bernama Edy Suhartono lebih akrab disapa Mas Dhe melempar senyum. Gambaran seorang pelatih silat yang menyeramkan langsung buyar, Mas Dhe merupakan sosok pelatih silat yang ramah dan humoris.

Bagi anda yang menonton menit demi menit pertandingan pencak silat di Asian Games 2018, pasti tak asing dengan wajahnya. Ia selalu berada di pojok arena setiap kali atlet pencak silat Indonesia bertanding. Aba-aba seakan tanpa jeda ia sorongkan demi sebuah kemenangan, Ia tak segan untuk protes dan mengacungkan kartu setiap ada keputusan juri yang tidak cermat.

Dunia silat tak asing bagi pria kelahiran Malang, 22 April 1967 silam. Ia lahir di tengah-tengah keluarga pesilat. Bapak dan kakaknya merupakan pesilat. Ia jatuh hati pada seni bela diri khas melayu sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Meski tak berlatih silat secara resmi dengan sebuah perguruan pencak silat.

Mas Dhe Pelatih tim nasional pencak silat Indonesia (Terakota/Fachruroji)

Pada 1980, Mas Dhe bersekolah di SMA Negeri 2 Malang, ia mulai bergabung dengan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT). “Selain karena suka, dulu ikut silat pengennya berprestasi. Pernah juga mencoba menjadi atlet,” ujar Mas Dhe

Merasa kurang moncer sebagai atlet, Mas Dhe memilih jalan lain. Ia menuruti saran dari sahabatnya untuk mencoba dunia kepelatihan pencak silat. Dimulai dengan mengikuti penataran pelatih mulai dari tingkat Malang sampai tingkat Jawa Timur. Pada 2000, Mas Dhe mengikuti penataran pelatih level nasional.

Pada tahun yang sama, ia dipercaya sebagai pelatih tim pencak silat Pekan Olahraga Nasional (PON) Jatim. Sampai kini ia tetap dipercaya sebagai pelatih tim pencak silat Jatim. Pilihannya tepat. Mas Dhe menggapai kesuksesan di dunia kepelatihan. “Atlet pencak silat Jawa Timur ditarget 3 sampai 4 medaliemas dalam PON. Hasilnya selalu terpenuhi,” ujar alumni Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang jurusan teknik mesin ini mengenang.

Jangan Remehkan Pencak Silat

Ia pernah membawa tim pencak silat mahasiswa menjuarai Asia University Games. Membawa nama harum tiim nasional pencak silat Indonesia, Mas Dhe juga membawa atlet juarai World Champion di Pahang Malaysia 2007. Pada Asian Indoor Games di Hanoi, Vietnam, tim nasional pencak silat mendapatkan 3 emas dari 7 emas yang diperebutkan.

Ia juga berhasil membawa timnas pencak silat mengantongi 4 emas dari 8 emas yang diperebutkan di 3rd Asian Pencak Silat Championship di Korea tahun 2016.

Menjelang Asian Games 2018, di kejuaraan Belgium Open pada Mei 2018, Indonesia sukses memborong 6 medali emas dari total 10 emas yang diperebutkan. Indonesia dinobatkan sebagai juara umum. Puncaknya, kita tahu timnas pencak silat menorehkan catatan emas terbanyak di Asian Games 2018.

Menurut bapak dua anak yang hobi bermotor jadul ini, kunci kesuksesan timnas pencak silat Asian Games sangat sederhana. Yakni, hubungan antara pelatih, atlet dan tim penunjang menjadi satu, laiknya hubungan pertemanan. “Selain itu tentu saja latihan yang teratur, menjaga pola makan, dan olah nafas.”

Mas Dhe juga tidak mau membebani tim harus merebut sebagai juara umum. Yang terpenting, katanya, setiap kompetisi harus membawa pulang medali emas. Juara umum menjadi ikutan.

“Sebagai pelatih sebatas mendorong, meluruskan, dan mengerem. Disiplin harus, tapi tidak kaku,” ujar pria yang juga masih dipercaya sebagai pengurus Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) Jatim.

Berkaitan dengan pencak silat, ujar Mas Dhe, ada pekerjaan rumah yang belum selesai. Masih banyak masyarakat yang menganggap sepele pencak silat. Ditambah minim publikasi. Oknum pesilat yang berlaku negatif diumbar dan dipublikasi secara masif. Sementara, nilai positif dan prestasi tidak banyak disebarluaskan.

“Jangan remehkan pencak silat. Jangan pernah menganggap pencak silat olahraga kampungan. Menganggap silat budaya kampungan,” tandas Mas Dhe, pria yang kini menetap bermukim di Desa Dadaprejo RT 3 RW 1 No.143, Kecamatan Junrejo, Kota Batu.