Dik Vera, Abang Segera Melamar dengan Segenggam Pasir Pantai

Iklan terakota

Dik Vera, Apa kabar mu?

Terakota.id–Terakhir ku dengar kamu baru saja lulus kuliah, menjadi sarjana muda. Kini, sedang melamar pekerjaan. Semoga diterima dik. Semoga tak langsung diserang tembakan pertanyaan secara bertub-tubi, “kapan nikah?, kapan nikah?, kapan nikah?”. Bilang pada mereka, aku segera melamar.

Aku memang sedang mengelilingi Nusa Tenggara Timur, awalnya biar bergaya seperti Ernesto Rafael Guevara de la Serna yang mengelilingi Amerika Latin. Memoirnya diterbitkan serta dijadikan film. Namun setelah melihat betapa indahnya alam di sini yang belum dirusak manusia-manusia tidak bertanggung jawab dan korporasi di dalam sistem kapitalisme, aku kira sebaiknya sekalian ku siapkan daftar destinasi yang akan kita pilih bersama untuk prewed.

Kali ini saya mengunjungi Pulau Aemau, sebuah pulau kecil di sebelah barat Pulau Timor. Secara administratif pulau ini masuk wilayah Kabupaten Kupang. Pulau Semau berpenduduk sekitar 7.000 jiwa dan mayoritas adalah orang Helong, salah satu suku di Nusa Tenggara Timur.

Pagi itu matahari sedikit malu-malu menunjukkan rupanya. Saya bangun dan mempersiapkan bekal karena di sana tidak ada warung. Selain kapal feri, menuju Semau bisa juga menumpang kapal kayu berkapasitas sekitar 20 orang dan 10 sepeda motor. Sesuai jadwal di kapal feri berangkat pukul 07.00 WITA. Namun ternyata sampai di pelabuhan baru berangkat sekitar pukul 11.00 WITA.

Niat hati awalnya ingin mengunjungi lebih dari lima pantai, berubah menjadi cuma dua pantai saja. Kapal feri sampai di Semau akan langsung kembali ke Kupang. Namun hari minggu terjadwal ada dua kali kapal feri, pagi dan sore. Setelah berbincang dengan buruh kapal, ada fenomena pengaruh penguasa lokal.

Namun, karena om engels bilang untuk menjadi ilmiah analisis itu harus diletakkan pada sebuah landasan riil. Maka asumsi ini cukup aku simpan menjadi bahan cerita kita nanti sambil menikmati sunset di pinggir pantai di Kupang.

Sekitar 20 menit menyeberangi selat, tibalah saya di Pulau Semau. Jika baru pertama kali ke sini sebaiknya Anda memiliki maps offline di gawai atau gadget Anda. Karena sulit menemukan sinyal telepon seluler di sini. Hanya ada sinyal satu operator seluler yang buruk.

Untuk yang punya kekasih di seberang pulau dan sedikit-sedikit menanyakan keadaan, abaikan saja dulu sejenak. Lantaran dia tidak lantas mati dikoyak-koyak sepi.

Pantai pertama yang kami kunjungi adalah pantai Uinian, masyarakat setempat menyebut  Pantai Kelapa. Lantaran terdapat barisan kelapa yang berjejer rapi di tepi pantai. Pasir putih bersih dan aneka pepohonan besar yang rindang menambah kesan alami dan liar pantai ini.

Pantainya bersih, bahkan menjadi salah satu pantai paling alami di Nusa Tengara Timur. Dua buah tanjung karang di sisi kiri dan kanan pantai, di tengah-tengahnya pasir putih terhampar indah. Terdapat sebuah bukit di tepiannya, mengambil foto dari atas bukit ini adalah salah satu angle atau sudut pengambilan gambar yang bagus.

Pantai Liman menjadi destinasi berikutnya. Pantai Liman merupakan pantai terpanjang di pulau ini. Sama seperti pantai sebelumnya, pantai ini bersih dengan pasir putih yang halus. Di ujung pantai terdapat sebuah bukit, masyarakat setempat menyebut bukit Liman.

Dengan sudut kemiringan sekitar 30 derajat dan tinggi sekitar 160 meter. Menaiki bukit cukup menguras tenaga. Jika ingin menggunakan motor memerlukan keahllian mengemudi yang baik. Tertib berlalu lintas saja tidak cukup mengemudi di bukit ini karena jalur yang berpasir dan curam.

Dik Vera, jika hendak ke pantai ini sebaiknya pada sore hari. Kita bisa menikmati sunset yang sangat indah sembari pamer kemesraan kepada semesta.

Setelah selesai dengan Pantai Liman, saya bergegas kembali ke pelabuhan Hansisi untuk kembali ke Kupang menumpang kapal kayu milik pengusaha lokal. Mereka mempekerjakan seorang juru kemudi (Driver) dan seorang konjak (Co-Driver). Sungguh indah dik, bisa kembali ke kupang setelah terombang-ambing di lautan selama kurang lebih 40 menit. Semoga kita segera bertemu, dik Vera.