
Terakota.id–Bercelana pendek dipadu kaos oblong Suyudi, 35 tahun warga Desa Prambon Kecamatan Dagangan Kabupaten Madiun duduk di sebuah kursi tua depan rumahnya. Di depan rumah berarsitektur joglo khas Jawa ini, ia menyuapkan sebutir kurma ke mulut anak tunggalnya yang berusia lima tahun.
Buah khas Saudi Arabia itu merupakan oleh-oleh yang dibawanya langsung negara asalnya. Sudah hampir 11 tahun, Yudi bekerja sebagai sopir pribadi di Riyadh, Saudi Arabia. Selama itu, setiap dua tahun sekali ia mengambil cuti untuk pulang kampung bersama keluarga.
Bulan puasa ini, ia sengaja pulang untuk merayakan lebaran bersama keluarga. Selain pulang, berkumpul keluarga Yudi juga menyerahkan uang yang khusus digunakan untuk kebutuhan lebaran. “Lumayan untuk beli baju dan kue lebaran,” katanya.
Hampir setiap tiga bulan sekali ia berkirim uang untuk memenuhi keluarganya. Tak kurang dari Rp 5 juta dikirim untuk keperluan belanja dan biaya sekolah anaknya. Bahkan, Yudi telah membeli sebuah toko dan beberapa ekor sapi yang ditabung dari hasil kerjakerasnya.
Menurutnya, lebaran tahun ini menjadi istimewa karena bisa berkumpul bersama keluarga. Sebelumnya, beberapa tahun ia berlebaran di negara orang tanpa ditemani istri dan anak semata wayangnya. Usai salat idul fitri, kata Yudi, biasanya langsung pulang ke rumah majikannya dan tidur. “Kadang trenyuh, lebaran sendirian jauh dari anak dan istri,” ujar Suyudi.
Ia berjanji selama berlebaran ini akan berkunjung ke sanak keluarga yang banyak tersebar di daerah Madiun. Maklum, sudah lama ia tidak bertemu dan bermaafan dengan keluarga yang lain. “Paling banter telepon,” tutur Yudi.
Belum ada persiapan untuk menyongsong hari lebaran. Makanan dan kue khas lebaran seperti madu mongso dan kerupuk gadung yang dirindukannya selama ini, akan dihidangkan selama lebaran.
Sayang, rasa kangennya dengan keluarga belum terobati ia harus kembali ke Riyadh. Masa cuti telah habis, Yudi harus kembali membanting tulang di Saudi Arabia. Kepergiannya kali ini, untuk mengumpulkan modal usaha.
Awalnya, lulusan Sekolah Pendidikan Guru Agama (SPGA) ini tertarik bekerja di luar negeri setelah banyak warga di kampungnya sukses meraup real dan ringgit. Desa Prambon merupakan daerah pertama di Madiun yang penduduknya bekerja sebagai TKI.
Sejak tahun 1978, banyak warga Prambon yang bekerja di Arab Saudi dan Malaysia. Kini, sebagian memilih bekerja sebagai penata laksana rumah tangga di Hongkong atau industri di Korea. “Hasilnya lebih besar,” tuturnya.
Sebelumnya, Prambon dikenal sebagai daerah minus, saat musim kemarau lahan sawah mengering. Sebagian besar warganya berprofesi sebagai petani dan buruh tani. Pendidikan masyarakat setempat juga tergolong rendah, tak banyak yang lulus SMA.
Kini, setelah banyak warganya yang mengadu nasib di luar negeri wajah desa Parmbon berubah, banyak rumah mewah berdiri. Setiap hari, sepeda motor keluran terbaru juga berlalu-lalang di jalan desa ini. Sebagian TKI terlihat konsumtif, mereka membelanjakan uangnya untuk membeli perangkat elektronik dan membangun rumah.
“Setelah uang habis mereka kembali ke luar negeri,” kata kepala Desa Prambon, Wilis Sari Widayati.
Dari sekitar 1.300 jiwa warga Prambon, sekitar separuhnya bekerja sebagai TKI. Saat memasuki minggu ketiga puasa, banyak TKI yang berkirim uang untuk berlebaran bersama keluarga di kampung. “Tercatat puluhan TKI yang berlebaran bersama di kampung,” pungkasnya.

Jalan, baca dan makan