
Terakota.id–Petang menjelang malam natal di Kauman, Kota Malang. Abdik Maulana, Mahala, Laila dan teman – temannya berboncengan. Mengendarai motor mereka parkir di antara ratusan kendaraan roda dua yang berderet rapi lebih dulu di Jalan Kyai Hasyim Asyari VI Kota Malang.
Serombongan anak muda pria dan wanita itu bergegas menuju gerbang Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Jemaat Malang. Mengenakan peci, Pendeta Christa Andrea yang juga anggota Forum Kerukunan Antar Umat Beragama berdiri menunggu. Pengurus gereja menjabat erat tangan tamu mereka yang datang berpeci dan berjilbab tersebut.
Abdik dan 12 temannya dari komunitas Gusdurian Malang. Ikut hadir dalam perayaan natal di GKJW Jemaat Malang, Minggu 24 Desember 2017. Panitia menyediakan kursi baris terdepan. Mereka bergabung bersama ribuan jemaat gereja yang sudah memenuhi gereja. Perayaan natal dimulai tak lama setelah kedatangan tetamu itu.
“Mereka sudah sejak dua minggu yang lalu menyampaikan akan menghadiri perayaan natal di gereja,” kata Anggota Komisi Penata Layanan GKJW Jemaat Malang, Agus Yoanto.
Di tengah prosesi perayaan natal, suara adzan berkumandang. Abdik Maulana dan teman – temannya meminta izin menunaikan salat magrib. Panitia natal menyiapkan sebuah ruangan gereja untuk salat berjamaah bagi anggota Gusdurian itu. Usai salat, mereka kembali masuk ke gedung induk gereja. Panitia perayaan natal memberikan waktu bagi mereka berbicara di hadapan jemaat.
“Ke jemaat gereja, kami sampaikan maksud kedatangan ini. Tentang harapan bisa bersama – sama saling menjaga kedamaian antarumat beragama,” ujar Abdik.
Gusdurian Malang, kata Abdik, turut mengajak anak-anak muda GKJW Jemaat ikut bergabung dalam kelompok lintas iman. Terlibat aktif dalam kelompok diskusi atau aksi nyata menebar virus toleransi. Harmoni di tengah keberagaman, saling menjaga dan menghormati antar satu dengan yang lain.
Hidup Rukun di Kauman

Agus Yoanto, Anggota Komisi Penata Layanan GKJW Jemaat Malang mengatakan, Gusdurian Malang adalah tamu pertama dari komunitas di luar gereja yang datang berkunjung saat perayaan natal.
“Baru kali ini ada saudara lintas agama berkunjung saat perayaan natal. Tentu sebuah kehormatan,” ujar Agus.
Meski demikian, bukan berarti relasi sosial antarumat beragama tak terjalin. Kerukunan sudah terbangun antara jemaat GKJW dengan masyarakat sekitar. Pemuda kampung biasa ikut berjaga selama perayaan natal. Di hari biasa, Hajjah Amin seorang warga sekitar turut menyumbang wireless untuk senam lansia yang digelar tiap selasa dan kamis pagi di halama gereja.
“Hubungan gereja dengan warga sudah terbina baik selama ini. Ada tokoh warga yang turut andil menjaga kerukunan itu,” ucap Agus.
Berjarak sekitar 20 meter dari GKJW Jemaat Malang, berdiri Masjid Al – Huda. Kedua tempat ibadah itu ada di Rukun Warga 5, Kelurahan Kauman, Kota Malang. Bangunan gedung GKJW Jemaat Malang dan Masjid Al Huda sama-sama berusia tua. Gereja dibangun 1923, beberapa tahun berikutnya surau berdiri dan terus berkembang menjadi Masjid Al-Huda.
Tokoh RW 5 Kelurahan Kauman, Tumingan mengatakan, selama ini tidak pernah terjadi ketegangan antar umat beragama di kampung itu. “Pemuda kampung biasa ikut berjaga sampai ibadah di gereja selesai,” ujar Tumingan.
Warga, katanya, bisa menitipkan mobil di halaman gereja saat hari biasa. Tapi warga mengerti, tidak akan parkir mobil di halaman pada hari minggu atau hari lain bertepatan dengan jadwal peribadatan.
“Soal ibadah, silakan menjalankannya sesuai aqidah masing-masing. Tapi untuk hubungan kemasyarakatan, ini harus dijaga bersama,” tutur Tumingan.
Kauman Cermin Toleransi

Kauman merupakan salah satu kampung tertua di Kota Malang. Lokasinya berada di sebelah barat Alun-alun Merdeka Malang. Masyarakat menyebutnya kampung Arab, sebab banyak warga bergaris keturunan Arab dari leluhurnya. Mengutip data Kantor Kelurahan Kauman, ada 24 masjid dan mushola serta 6 gereja di kawasan ini. Kristen dan Islam tumbuh beriringan seiring perkembangan jaman.
Selain hubungan baik antarumat beragama di RW 5 Kelurahan Kauman, keberadaan Masjid Agung Jami dan Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Imanuel Malang di depan Alun-alun Merdeka Malang jadi bukti berikutnya. Kedua tempat ibadah itu hanya berjarak sepelemparan batu, dipisahkan oleh sebuah gedung umum saja. GPIB Imanuel didirikan pada tahun 1861, sedangkan Masjid Jami dibangun pada tahun 1871.
Pengurus masjid dan gereja erat menjalin komunikasi, berkirim surat tentang kegiatan masing- masing. Terutama jika perayaan hari besar keagamaan berbarengan. Itu terjadi pada 2015 lalu, Maulid Nabi Muhammad berselang sehari sebelum umat kristiani merayakan Natal 25 Desember 2015. Perayaan Maulid Nabi digelar dalam masjid, tak sampai meluber ke jalan raya. Pelataran parkir masjid terbuka bagi kendaraan umat kristiani yang menjalankan ibadah misa.
“Kami juga menyampaikan izin ke pengurus gereja, kalau jamaah ibadah salat idul fitri dan idul adha harus sampai di depan pelataran gereja,” kata Ketua Badan Ta’mir Masjid Jami Kota Malang, Zainuddin Abdul Mukhid.

Redaktur Pelaksana