
Terakota.id – Menikmati keindahan arsitektur Candi Ijo di Dusun Gunung Ijo, Desa Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta seolah membawa kita ke masa lampau. Candi berundak yang memiliki 17 teras ini terletak di kawasan gunung api purba. Lokasinya berada di atas tebing breksi yang terbentuk dari endapan abu vulkanis Gunung Api Purba Nglanggeran, Gunung Kidul.
Candi utama di kompleks Candi Ijo berada di dataran tertinggi, lebih besar. Di depannya terdapat tiga candi perwira, salah satunya berisi arca lembu atau nandini.Sedangkan Candi utama berisi lingga yoni berukuran besar. Kompleks candi seluas tujuh hektare, sampai saat ini masih ada proses ekskavasi atau penggalian serta rekontruksi candi.
Dari teras utama, ada 11 teras lain yang telah berhasil diekscavasi. Sebagian konstruksi candi terdiri dari batu pegunungan masih belum tertata. Sejumlah petugas Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta tengah sibuk melakukan rekonstruksi dan penataan tubuh candi. “Ada sekitar tujuh bangunan di 11 teras yang sudah tergali. Total candi memiliki 17 teras dan masih terus digali,” kata Kepala Seksi Perlindungan Pengembangan dan Pemanfaatan BPCB Yogyakarta, Wahyu Astuti.
“Bentuk Candi beda, biasanya candi selalu berputar mengelilingi candi utama, ini tidak. Rasanya seperti berada di tangga dari puncak ke bawah,” kata Lucitania Rizki, pengunjung asal Jawa Tengah.
Para pengunjuk bisa mengabadikan arsitektur Candi yang indah serta menikmati keindahan alam pepohonan dan permukiman di bawahnya. Maklum lokasi candi berada di ketinggian 375 meter di atas permukaan laut.

Kompleks candi yang berundak
Disebut Candi Ijo karena lokasi candi berada di Dusun Ijo. Ditemukan pertamakali oleh seorang administrator pabri gula Sorogugeng bernama H.E. Doorepasi pada 1886. Dia tanpa sengaja menemukan bangunan candi saat akan membuka ladang tebu di sekitar lokasi. Selanjutnya ditemukan secara berturut-turut tiga buah arca oleh CA. Rosemeler pada 19887. Disusul proses ekskavasi oleh arkolog Belanda Dr. J. Groneman. Ditemukan lembaran emas bertulis, cincin emas dan aneka biji-bijian.
Secara arsitektur ke-17 teras candi berbeda dengan temuan candi Hindu di sekitar Prambanan. Kompleks Candi Prambanan berada pada satu dataran yang sama. Sementara candi Ijo dibangun berundak. “Semakin kebelakang semakin suci,” kata Wahyu Astuti.
Dia memperkirakan bangunan candi berdiri pada abad 10 pada masa kerajaan Mataram. Candi Ijo digunakan untuk berbagai ritual pemujaan Dewa Siwa di masa kerajaan Mataram. Meskipun berasal dari masa yang tak jauh dengan candi Prambanan, namun konsep bangunan candi Ijo berbeda dengan Prambanan. “Diduga konsep candi mengikuti masa pra sejarah dengan bangunan berundak. Menempatkan bangunan paling suci di bagian tertinggi,” katanya.
Candi serupa ditemukan di sejumlah candi Hindu di Jawa Timur. Salah satunya Candi Jajaghu atau Candi Jago di Tumpang Kabupaten Malang. Namun sejauh ini belum menemukan kaitan antara candi tertinggi di Malang yang dibangun masa Singosari di abad ke 13 dengan Candi Ijo.“ Bangunan berundak ini mirip seperti candi Jago di Jawa Timur,” ujar Wahyu Astuti.
Candi Ijo berada di ketinggian sekitar 375 meter di atas permukaan laut. Bangunan candinya seolah mengikuti kontur bukit dari bawah hingga puncaknya yang ditandai dengan candi utama berisi arca lingga dan yoni. Sebuah arca yang disebut berukuran paling besar diantara temuan lain di wilayah Yogyakarta.
Melukis senja di Candi Ijo
Sepasang lingga dan yoni berdiameter tiga meter terletak yang merepresentasikan Dewa Siwa dan Dewi Parwati menghiasi bagian dalam candi utama. Lingga dan yoni merujuk sifat laki-laki dan perempuan yang bermakna kesuburan atau awal mula kehidupan. Dihiasi relief seekor kura-kura yang ditopang kepala naga. Dua mahluk suci ini erat kaitannya dengan air seolah menegaskan air dari Lingga dan Yoni merupakan air suci.
Candi Ijo memiliki keunikan karena memiliki dasar bangunan yang berasal dari bebatuan vulkanik. Dasar bangunan berasal dari batu pegunungan utuh berukuran besar. Kemudian batu dipahat membentuk dasar candi. “Bagian atas candi merupakan batuan tambahan yang disusun sesuai dengan gaya arsitektur saat itu ,” kata Wahyu.
Pondasi bangunan dipahat dari sebongkah batuan ini kokoh, tak rusak meski bencana alam gunung meletus dan gempa sempat merusak struktur candi yang lain di Yogyakarta. Candi Ijo tergolong baru untuk wisata, meski proses ekskavasi intensif dilakukan sejak 1980-an. Loket retribusi untuk pengunjung baru dibuka sejak tiga bulan lalu.
“Tiket per orang Rp 5.000,” ujar petugas keamanan Candi, Saimin. Mayoritas pengunjung datang pada sore hari, mereka menikmati suasana senja hari. Pengunjung banyak berburu senja di kawasan perbukitan yang tertinggi di Yogyakarta. Puncak kunjungan pada masa liburan mencapai 1.500 orang per hari.
Di sini saat mata memandang ke utara Anda bisa melihat Gunung Merapi berdiri gagah menjulang. Terlihat aktivitas vulkanis di gunung berapi itu. Saat sore dan malam hari, udara dingin dan kabut sering menghampiri. Kompleks candi juga tergolong bersih, sejumlah tempat sampah tersebar di kawasan candi.
Untuk menuju Candi Ijo cukup mudah. Dari kawasan Candi Prambanan hanya berjarak sekitar 10 menit. Jalan beraspal, berbagai jenis kendaraan bisa melewati dengan mudah. Namun, pengunjung harus waspada saat memasuki jalanan yang menanjak.

Merawat Tradisi Menebar Inspirasi