
Terakota.id – Resesi ekonomi melanda Republik Indonesia pasca proklamasi. Dampaknya dirasakan hingga ke seluruh daerah, termasuk Malang. Kemiskinan mendera Kotapraja Malang. Sejak 1 januari 1951, Pemerintah Kotapraja Malang membentuk Bagian Ekonomi.
Tugasnya, menekan harga kebutuhan pokok agar tak melambung. Sekaligus mendistribusikan bahan pokok ke masyarakat dan pegawai. Tugas itu sesuai Undang-Undang Beras tahun 1948 yang meliputi mengawasi distribusi dan memantau harga beras di pasar.
Purnawan Basundoro dalam buku Dua Kota Tiga Zaman : Surabaya dan Malang Sejak Kolonial Sampai Kemerdekaan (Yogyakarta;Penerbit Ombak, 2009) meyebutkan, Bagian Ekonomi saat itu menyalurkan sebanyak 2.370 beras, dan 549 ton gula. Beras untuk pegawai sebanyak 640 ton.
Bagian Ekonomi bekerjasama dengan pedagang grosir mendistribusikan beras. Distribusi beras tak gratis, beras dijual seharga Rp 1 sampai Rp 1,70 per kilogram. Sedangkan harga di pasar Rp 2,26 sampai Rp 3.30. Bagian Ekonomi tak berlangsung lama, akhir 1951 lembaga ini dibubarkan.
Krisis ekonomi ini melahirkan pengangguran. Pada 1952, terdaftar jumlah pengangguran di Kantor Penempatan Tenaga dari Kementerian Perburuhan sebanyak 4.177 orang. Terdiri dari 3.648 laki-laki selebihnya perempuan. Dampak krisis, Kantor Kotapraja Malang memecat 54 pekerja harian, 43 bagian umum dan 9 kebersihan dan 2 juru gambar. Kotapraja Malang kesulitan keuangan. (Java Post 14 Januari 1952).
Situasi sulit ini juga dialami para buruh di perusahaan listrik Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij (ANIEM). Pada 2 Januari 1952, sebagian buruh yang tergabung dalam Sarekat Buruh Listrik dan Gas Indonesia melakukan aksi mogok. Aksi dilakukan karena pengupahan tak adil. Kenaikan upah hanya dirasakan sebagian pekerja.
Ketua Sarekat Buruh Listrik dan Gas Indonesia Cabang Malang, Saroinsong menuntut kenaikan upah secara menyeluruh. Kenaikan diseusaikan dengan golongan gaji. Gaji buruh Rp 1-Rp 100 naik 30 persen, Rp 101-Rp 200 naik 25 persen, Rp 201-Rp 300 naik 15 persen, Rp 301-Rp 400 naik 10 persen dan Rp 401 ke atas naik 5 persen. Namun aksi mogok tak mendapat respon.
Perusahaan mengaku tengah mengalami kesulitan. Dunia industri pun juga sulit mendapatkan permodalan. Sementara Djawatan Perindustrian Bagian Ekonomi Sub Kredit menyediakan bunga ringan khusus untuk pelaku usaha kecil seperti pelaku usaha kerajinan tangan dan rumahan.

Jalan, baca dan makan