
Oleh: *Yogi Fachri Prayoga
Terakota.id–Sepuluh pemuda dari Malang mendaki Gunung Lawu Kabupaten Karang Anyar, Jawa Tengah. Ekspedisi ke Gunung Lawu melewati jalur pendakian Candi Ceto, selama ini tak banyak pendaki yang menggunakan jalur ini. Kondisi jalur sempit, dan terjal sehingga banyak pendaki memilih menggunakan jalur lain melintasi Cemoro Sewu dan Cemoro Kendang.
“Tanah gembur dan vegetasi yang sangat rapat. Bahkan dibeberapa titik pendakian, jalurnya curam sekali,” kata salah seorang peserta ekspedisi, Gilang. Pengalaman mereka temukan selama ekspedisi diceritakan dalam Acara Cerita Pejalan #3 di Wisma Komisi Kepemudaan Keuskupan Malang, Rabu, 10 Mei 2017.
Mereka memilih jalur berbeda untuk melihat jejak sejarah di sana. Candi Ceto merupakan tempat pesanggrahan atau petilasan Raden Brawijaya sebelum moksa di Puncak Lawu. Bangunan candi belum selesai keseluruhan, pembangunan dilakukan saat Raden Brawijaya tengah dalam pelarian.
“Dikejar-kejar pasukan Raden Patah dari Demak. Saat itu dari Desa Seto, Raden Brawijaya lari ke Desa Sukuh dan mendirikan sebuah candi di sana,” cerita Gilang. Sebelum pindah ke Desa Sukuh. Raden Brawijaya sempat membuat arca dirinya yang dinamakan Nala Genggong ditempatkan di puncak Candi Ceto. Candi berundak menghadap ke barat sebagai simbol berakhirnya Kerajaan Majapahit.
Cerita itu didapatkan Gilang ketika berinteraksi dengan petinggi adat di Dusun Seto. Ekspedisi 21 sebagai penyelenggara acara menyampaikan pesan tentang hakikat dari pendakian. “Pendakian tidak hanya menaklukan puncak gunung. Mendaki harusnya mengingatkan bahwa kita hanya bagian kecil dari alam,” kata Adit dari Ekspedisi 21.
Setiap ekpedisi yang dilakukan Ekspedisi 21 dan Media 21 memiliki misi. Usai mendaki, mereka menghasilkan karya foto, film dan buku. Seperti Sindy Asta, penulis asal Kota Surabaya ini menghasilkan karya puisi yang terinspirasi dari pendakian itu.

Puisintya menjadi nominasi sayembara puisi yang diselenggarakan sebuah komunitas puisi di Yogyakarta. Sindy Asta berkolaborasi membacakan puisi karyanya dengan Faris Naufal Ramadhan dari Komunitas Kalimetro. Kolaborasi keduanya menjadi suguhan menarik dan apik dipadu pertunjukan teater dari Teater Komunitas.
Cerita Pejalan #3 juga melibatkan Band Pagi Tadi, sebuah indie folk asal Malang yang memiliki perhatian besar terhadap isu lingkungan dan alam. Salah satu personil Band Pagi Tadi, Yulius Nugroho Putra alias Benu menjelaskan proses mereka berkarya selalu membawa pesan kelestarian alam.
Disela bernyanyi, Benu menceritakan pengerjaan album pertama dengan judul Kembara setelah Pagi Tadi mendaki Gunung Semeru. Lirik dan musik tercipta selama mereka mendaki di Gunung Semeru.

*Pegiat Sosial dan aktif mengelola kegiatan literasi di Komunitas Kalimetro

Merawat Tradisi Menebar Inspirasi