
Terkota.id–Mengapa manusia butuh aturan? Alasannya jelas; aturan dibuat untuk mengatur dan memudahkan urusan manusia itu sendiri. Itu artinya, aturan dibuat agar tidak mempersulit manusia dalam memenuhi kebutuhannya. Mengapa aturan harus dibuat? Karena manusia itu cenderung tidak mau diatur. Sudah ada aturan saja, kadang banyak pelanggaran, kok.
Ada sebuah cerita menarik yang bisa menggambarkan itu semua. Ada seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi yang sedang menyusun tugas akhir. Mahasiswa pada umumnya juga tidak akan lepas dari banyak aturan. Sebagaimana mahasiswa akhir pada umumnya banyak membutuhkan bacaan buku, untuk mendukung tugas akhir tersebut. Termasuk ia tidak asing lagi dengan perpustakaan. Entah membaca di perpustakaan atau meminjam bukunya.
Suatu saat ada seorang mahasiswa  sangat membutuhkan sebuah buku. Sementara waktu itu, perpustakaan harus tutup hari Jumat sore jam 16.00. Waktu menunjukkan pukul 15.50. Mahasiswa tersebut bergegas ke perpustakaan untuk meminjam buku. Harapannya ia akan sampai sebelum pukul 16.00. Saat sampai di lokasi perpustakaan waktu menunjukkan pukul 15.59.
Petugas sudah berkemas merapikan rak dan buku yang tercecer. Pintu loket peminjaman pun sudah ditutup. Maklum hari ini hari kerja terakhir (work days) minggu ini, karena kampus memberlakukan 5 hari kerja untuk perpustakaan.
Saat sampai di perpustakaan terjadilah dialog sebagai berikut;
“Pak, saya mau pinjam buku, “kata mahasiswa.
“Maaf mas, sudah mau tutup, “jawab petugas.
“Lho, kan masih satu menit pak?”
“Iya, tapi kan perlu bekemas-kemas persiapan tutup. Perpus tutup tapi kami masih kerja, merapikan buku”.
“Itulah, kenapa gak boleh pinjam?”
“Itu buku yang mas cari berlabel merah. Jadi hanya bisa dibaca di perpus saja tidak boleh dibawa pulang”.
“Besok kan libur sampai Senin. Bisalah saya pinjam. Saya berjanji mengembalikan Senin pagi saat buka. Tidak telat semenit pun. Ini buku penting. Saya harus merevisi naskah skripsi. Senin harus ketemu pembimbing lagi”
“Tidak bisa mas. Ini sudah aturannya”.
“Ah, bukunya saja nganggur. Kenapa tak boleh dipinjam?” gerutu mahasiswa.
Meskipun mahasiswa itu berargumen kuat dan juga merayu, para pegawai perpustakaan belum tentu akan dikabulkan. Pegawai bersikukuh tak bisa meminjamkan karena aturannya seperti itu. Sementara itu aturan dibuat untuk memudahkan bukan mempersulit mahasiswa. Dalam kondisi seperti ini aturan itu sebuah “produk” yang kemudian menjadi alien (asing) bagi mahasiswa atau petugas perpustakaan.
Marxian
Ngomong-omong soal alien apa itu sebenarnya? Alien dalam ilmu sosial bisa dikenal dengan teori alienasi. Dalam perkembangan teknologi ada makhluk alien untuk menunjuk makhluk asing. Teori alienasi pertama kali dikenalkan oleh Karl Marx.
Alienasi bisa diartikan sebagai keterasingan. Alienasi berasal dari bahasa Inggris alienation yang berakar dari bahasa Latin alienatio. Ada juga kata alienus yang jika diartikan berarti “other”, “liyan” atau “yang lain”. Juga berarti milik atau berkaitan dengan pihak atau orang lain.
Dalam kajian lebih lanjut, Richard Schacht (2009) menggolongkan setidaknya ada tiga alienasi yakni; (1)  alienasi peralihan kepemilikan, (2) gangguan mental dan (3) antar personal. Sebagai peralihan kepemilikan alienasi berarti “mengalihkan kepemilikan sesuatu kepada orang lain”. Sebagai gangguan mental bermakna “keadaan tidak sadar dan kelumpuhan indra atau kekuatan mental seseorang”. Kemudian sebagai antar personal berarti “menyebabkan hubungan dengan (orang) yang lain menjadi dingin; menyebabkan perpisahan terjadi atau menjadikan seseorang tidak disukai”.
Kaitannya dengan teori alienasi, Marx menekankan bahwa manusia itu produsen, tetapi bisa kehilangan kekuasaan atas produknya sendiri. Bagaimana mungkin produk itu mendapat kekuasaan atas produsennya? Inilah masalah alienasi tersebut.

Bagi Marx, kapitalisme telah membuat manusia mengalami alienasi karena hasil kreativitas produsen menjadi terasing/diasingkan dari produsen sendiri. Jadi manusia itu produsen tetapi ia (sebagai manusia) diasingkan oleh produknya sendiri.
Nah sekarang katakanlah produsen ini tidak harus kita pahami sebagai sebuah barang. Sebut saya aturan tertentu yang diciptakan manusia. Misalnya aturan tentang peminjaman buku di perpustakaan kampus sebagaimana kasus mahasiswa di awal tulisan ini.
Aturan itu yang menciptakan manusia (produk). Tetapi, aturan yang dibuat untuk mempermudah kebutuhan dan kepentingan manusia itu menjadi asing. Sebab, aturan yang dibuat manusia itu justru mengatur manusia sendiri. Kepentingan manusia secara  individu bisa terhambat.
Mahasiswa tadi (manusia) tidak bisa memenuhi kebutuhannya meninjam buku. Tentu saja karena mahasiswa itu dianggap melanggar aturan yang dibuat oleh manusia juga. Jadi aturan itu bisa menjadi alien (sesuatu yang asing), bukan?
Alien Di Sekitar Kita
Sekarang alien-alien itu ada juga di pemerintahan. Kita simak betapa aturan yang ideal dan dibuat manusia justru sering “menyengsarakan” manusianya. Misalnya, aturan yang melarang politisi dan pejabat itu korupsi. Sementara itu ada manusia yang ingin korupsi untuk alasan-alasan tertentu. Bukankah aturan ini alien atau asing bagi manusia (misalnya yang ingin korupsi)?
Bagaimana ruwetnya penangkapan Harun Masiku sampai ada perbedaan pendapat antara  keterangan istrinya (Hildawati Jamrin), Menkumham (Yasonna Laoly) dengan Imigrasi? Bahkan kasus yang awalnya melibatkan komisiner KPU Wahyu Setiawan itu menyeret Hastro Kristiyanto (Politikus PDIP) juga?
Buntutnya, “kucing-lucingan” penangkapan Harun Masiku, membuat Direktur Jenderal Imigrasi (Ronny Sompie) harus dicopot dari jabatannya. Mengapa Yasonna mencopot kepala Imigrasi? Tentu karena hukum yang dibuat tidak menguntungkan secara politis pihak yang sedang berkuasa (ingat kekuasaan menyebabkan alienasi).
Dalam hal ini aturan pencopotan itu juga alien bagi Yasonna atau Dirjen Imigrasi. Aturan itu produk tetapi telah menjadi alien bagi manusia. Aturan yang menjadi elien itu menjadi asing karena ada kekuasaan (dalam bahasa Marx mirip dengan kasus kapitalisme).
Kalau begitu kenyataannya, bukankah banyak alien-alien di sekitar kita? Apakah benar juga pengakuan bahwa Kivlan Zein dipukul dokter RSU Adhyaksa (Yohan Wenas) saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat? Sementara kejaksaan agung membantah keterangan Kivlan bahwa telah terjadi pemukulan dirinya?  Inilah alien-elien itu. Aturan alien, manusia yang terlibat juga alien. Anehnya, alien-alien  tersebut dipakai untuk memenuhi kepentingan diri dan kelompoknya.
Alien di sini telah menyebabkan hubungan antar orang menjadi dingin. Juga bisa menyebabkan perpisahan atau menjadikan seseorang tidak disukai. Anehnya alien-alien ini memang dipelihara untuk kepentingan tertentu. Tentu saja kepentingan kekuasaan.
Kenapa banyak politisi bohong? Karena politisi juga sudah menjadi makhluk asing. Ia tidak lagi menjadi manusia utuh sebagai manusia. Ia memang badannya seperti manusia, tetapi pribadi dan dimensi non materialnya telah menjadi alien. Jadi betapa banyak alien di sekitar kita, bukan? Beyond alienation (keterasingan ada di sekitar kita). Atau jangan-jangan kita sendiri sudah menjadi alien yang asing bagi orang lain?