Moehammad Sinwan alias Lekboss mengurai rekam jejak teater Teater IDEōT. (Terakota.id/ Hari Istiawan).
Iklan terakota

Terakota.id–Merayakan ulang tahun ke 33, teater IDEōT mempersembahkan buku rekam jejak berteater berjudul narasi kehidupan teater. Buku setebal 300 halaman ini ditulis sejumlah alumnus, dan pegiat teater. Tak hanya menunjukkan eksistensinya, teater IDEōT juga tengah mengunggah semua pihak untuk kembali memperhatikan kebudayaan.

“Bagi IDEōT teater adalah kehidupan,” kata pendiri teater IDEōT, Moehammad Sinwan atau akrab disapa Lekboss. Latihan teater, katanya, merupakan latihan kehidupan. Seorang aktor harus menghayati setiap peran untuk bisa tampil di panggung.

“Hayat adalah menghidupi. Teater harus tampil lebih menarik dari aslinya,” ujarnya. Menurutnya, teater membikin hidup lebih hidup. Membuat cerita yang lebih hidup, ditonton untuk merefresh kehidupan. Sehingga teater memberikan hiburan sekaligus tuntutan.

Pertunjukan teater tak bisa meninggalkan unsur manusia. Teater artinya takjub dan memandang. Sehingga teater merupakan pertunjukan yang menakjubkan. Sementara di Indonesia berubah menjadi sandiwara berasal dari kata sandi artinya rahasia, dan wara artinya ajaran. Sehingga teater harus ada manfaat. “Teater cara kami untuk berguna, kemudian tumbuh,” katanya.

Teater IDEōT terbentuk di SMA Negeri 4 Kota Malang pukul 10.00 WIB, 28 Oktober 1994. Sinwan mengenang saat sekolah, dia bersama teman-temannya tak ikut upacara sumpah pemuda.

Dia bersama teman-temannya memilih bersembunyi di sanggar tercetus ide mendirikan teater IDEōT.

“Awalnya bernama Idea,” ujarnya. Mereka juga disokong pegiat teater Melarat, Hilman Budiono, sekarang pendidik. Kreativitas para pegiat teater IDEōT tak bisa dikendalikan, selalu melakukan pementasan dari satu panggung ke panggung lain. Sehingga Kepala SMA Negeri 4 memberi peringatan.

“1 November 1994 kami keluar dari sekolah.  Menjadi titik revolusi,” ujarnya. Prosesi perayaan ulang tahun diselenggarakan di aula Struddel Semeru, Sabtu 4 Oktober 2017. Selain itu, juga meluncurkan badan hukum perkumpulan bernama IDEōT Indonesia. Serta mendeklarasikan teater IDEōT go public.

Teater IDEōT membuka diri siapapun untuk bergabung menjadi anggota maupun pembelajar. Jika menjadi anggota harus mengikuti proses pelatihan yang ketat dan disiplin, sedangkan pembelajar bisa mempelajari teater secara bebas setiap saat. Teater IDEōT juga membuat workshop dan pelatihan secara cuma-cuma di berbagai titik.

Termasuk menggelar pertunjukan di kampung, para aktor warga  setempat yang tak pernah mengenal dunia teater. Mereka berlatih seni peran  untuk pementasan di kampung-kampung. Sinwan tengah menyiapkan naskah cerita mini kata, atau minim dialog dalam pementasannya nanti.

Juga digelar IDEōT berbagi, sebuah workshop yang terbuka bagi pegiat teater. Mereka akan dilatih Tony Bloer yang memiliki kekuatan teater tubuh dan Sinawan dari IDEōT untuk pembentukan karakter. Para aktor, katanya, harus jujur, tulus, ikhlas, disiplin, dan penuh kesungguhan.

Teater IDEōT tetap bertahan bermain di panggung pertunjukan, bertahan dari godaan media siber yang menawarkan gemerlap ketenaran. Klaim kemajuan teknologi manusia, katanya, sesungguhnya kemunduran bentuk lain. Dia melihat kegaduhan, kekacauan dalam sisi manusiawi.

“Sekarang muncul desakan ingin segera terkenal. Terjebak naluri narsistik,” ujarnya. Namun, tak melihat proses sehingga hidup dicengkeram internet. Sinwan  tak bernafsu mengunggah rekaman video pertunjukan ke YouTube. Dia tengah berkarya dengan bersungguh-sungguh untuk menghasilkan pertunjukan yang berkualitas.

Selain bedah buku dan menarasikan perjalanan teater IDEōT, juga akan membedah kritik sosial terhadap fenomena di Kota Malang. Bakal diundang sekitar 134 orang, meliputi seniman, budayawan, tokoh masyarakat, dan para calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Malang.

“Tiga arah dialog. Bicara buku, teater IDEōT dan Kota Malang,” ujarnya. Salah satunya akan mengungkap persoalan tak ada gedung pertunjukan kesenian yang memadai. Berbeda dengan Jakarta, dan Bandung yang memiliki gedung teater yang layak.

Selain itu, Malang kehilangan pusat kebudayaan. Saat ini marak bermunculan kantung-kantung  kecil kebudayaan. Kejadian ini tak sehat. Berbeda dengan Yogyakarta dan Jakarta kantung kecil kebudayaan muncul sebagai bentuk protes atau menjadi penyeimbang. “Jika tak ada kantung besar kebudayaan, akan terjebak dalam kubu-kubu tertentu,” ujarnya.

Ketua Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) Malang, Rosa mengaku baru bersentuhan dengan teater IDEōT. Dia berharap agar aktivitas berkesenian di Kota Malang kembali tumbuh dan bergeliat. “Selamat ulang tahun teater IDEōT,” ujarnya.

Sementara Bude Sadah dari Rumah Budaya Singhasari menilai teater IDEōT berhasil membentuk karakter. Akar budaya, katanya, harus dipertahankan. Dengan proses kreatif yang memadai di IDEōT bakal melahirkan film yang berkualitas dan berkarakter.

“Senang berinteraksi dengan teater IDEōT, setelah melihat film dan proses teater yang menggelitik,” ujarnya.