Berawal dari Garasi

Ketua MMI, Hengki Herwanto menyebutkan koleksinya sekitar 21 ribu item. Sekitar 75 persen dari 22 item barang di MMI merupakan produk rekaman berupa piringan hitam. kaset, cakram padat dan video tape. “Ada majalah, buku, instrumen musik, busana musisi, dan memorabilia,” ujarnya.
Rekaman terlawas adalah piringan hitam dari luar negeri produksi 1923 dan piringan produksi studio rekaman pertama Lokananta 1965. Sejumlah piringan hitam yang direkaman 1956 antara lain album penyanyi Oslan Husein dan A. Kadir.
Hengky menuturkan MMI berawal dari koleksi pribadinya yang dipajang di garasi rumah. Teman dan sahabatnya kadang bertandang untuk melihat dan mendengarkan koleksi lagu lawas. Lantas berkembang, masyarakat antusias dan menyumbangkan koleksi kaset dan piringan hitam.
Koleksi kaset dan piringan hitam disimpan sejak semasa SMA dan sebagai jurnalis di majalah musik aktuil. Pada 2000 sejumlah musisi dan pegiat seni di Malang berkumpul dan mendirikan Galeri Malang Bernyanyi 2009.
“Awal koleksi 250, terus bertambah sumbangan masyarakat. Ini harta karun, aset bangsa harus dirawat dan dijaga,” ujar Hengky.
Sejumlah koleksi diklasifikasikan dari Provinsi asal lagu, penyanyi atau kelompok band. Berupa lagu daerah maupun kesenian daerah. Sementara MMI belum memiliki koleksi dari Provinsi Bengkulu, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Tengah.
“Sudah berusaha meminta pecinta musik Indonesia melalui media sosial,” katanya. Ada sejumlah koleksi langka dan memiliki nilai sejarah. Mulai lagu genjer-genjer yang dinyanyikan Bing Slamet sampai lagi Koes Bersaudara. “Ini ada lagu yang diciptakan setelah Koes Bersaudara ditahan saat orde lama,” ujar Hengky.
Sebagian besar, katanya, masih bisa layak didengarkan. Koleksi sumbangan masyarakat diseleksi, dicatat dan dicek kualitas suara. Kondisinya beragam ada yang tanpa sampul, tak ada daftar lagu dan penyanyi.
Pengelola MMI saban hari membersihkan piringan hitam dan kaset. Sebanyak lima orang bekerja bergantian merawat pita kaset dan piringan hitam dari kotoran dan debu. Mereka mengoleskan cairan di atas piringan hitam.
“Dirawat meski tak maksimal. Minimal diputar setahun sekali, untuk mengetahui kondisi dan kualitas suara,” katanya. Dia berharap bisa belajar secara profesional untuk merawat kaset dan piringan hitam yang benar. Jika ada pita atau piringan hitam yang rusak akan diperbaiki.

Jalan, baca dan makan