Bernostalgia dan Menikmati Alam di Pasar Barongan

bernostalgia-dan-menikmati-alam-di-pasar-barongan
Warga menjajakan aneka kudapan, penganan lawas. Kue dan minuman tradisional. (Terakota/ Faisol Asyari).
Iklan terakota

Reporter : Faisol Asyari

Terakota.id-Gemercik air dan semilir angin meniup rumpun bambu atau barongan di Sumber Rewok, Dusun Binangun, Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Ahad 23 Juni 2019. Ribuan orang berdatangan, hilir mudik duduk di antara rumpun bambu. Sekadar menikmati kerindangan rumpun bambu diiringi alunan gamelan, bantengan, tari tradisional, penampilan seni bela diri pencak silat dan puisi.

Sebagian duduk menikmati aneka penganan dan minuman segar di gazebo atau bangku berbahan dasar bambu. Warga menyebut Pasar Barongan. Menyediakan aneka penganan, kudapan dan minuman tempo doeloe. Tersaji aneka kudapan, ada jenang, cenil atau kelanting, dan gatot.

Haus? Ada aneka jamu tradisional dan dawet. Ingin makan yang mengenyangkan? Tinggal pilih ada lontong tahu, nasi empok, dan rujak cinguk. Semua disajikan dalam wadah berupa besek dari anyaman bambu atau dibungkus daun pisang. Selain mengesankan jaman lawas, mereka juga kampanye tak menggunakan bungkus plastik. Minum jamu disajikan di dalam gelas yang terbuat dari batok kelapa.

Anekan jajanan atau kue tersedia, tak perlu menunggu yang lain. (Terakota/Faisol Asyari).

“Bumiaji memiliki banyak potensi, menarik dikembangkan menjadi desa wisata,” kata ketua pelaksana Pasar Barongan, Luthfi Kurniawan. Pasar Barongan digagas Luthfi bersama puluhan mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang. Mereka menggelar Pasar Barongan untuk menuntaskan tugas akhir praktikum Public Relations. Ia menghabiskan waktu selama empat bulan untuk riset dan tinggal bersama masyarakat.

Kelompok Renjana Creative Ilmu Komunikasi UMM ini mengusung konsep edukasi, alam dan budaya. Mereka mengoptimalkan kekayaan alam yang tersedia, yakni rumpun bambu dan sumber Rewok. Lokasi Pasar Barongan juga hanya selemparan batu dari sumber Binangun yang memiliki debit sekitar 50 liter per detik. Air dimanfaatkan untuk warga Kota Batu dan Kota Malang.

Termasuk menyajikan aneka sayuran dan buah apel, jambu dan jeruk yang merupakan komoditas pertanian setempat. Para pengunjung yang berbelanja, harus menukarkan uang dengan koin berbahan tembikar terdiri dari pecahan Rp 2 ribu, Rp 5 ribu dan Rp 10 ribu.

Pengujung harus menaati peraturan Pasar Barongan, dilarang membuang sampah sembarangan dan merokok. Di sejumlah tempat disediakan tempat sampah. Sehingga kebersihan dan kerapian tetap terjaga.

Para pedagang mengenakan pakaian tradisional. Laki-laki mengenakan baju lurik, celana hitam dan berblangkon. Sedangkan perempuan berkebaya dan mengenakan kain jarik. Pedagang merupakan warga setempat terdiri dari karang taruna dan PKK. Pasar Barongan selanjutnya bakal dilakukan secara rutin.

  • bernostalgia-dan-menikmati-alam-di-pasar-barongan
  • bernostalgia-dan-menikmati-alam-di-pasar-barongan

“Sebulan sekali, kalau ramai bisa seminggu sekali,” kata Luthfi. Dibuka mulai pukul 08.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB. Diharapkan Pasar Barongan menjadi destinasi alternatif wisatawan yang berkunjung ke Kota Batu. Selanjutnya bakal dikelola kelompok sadar wisata dan karang taruna setempat.

“Makanan cepat habis. Batu beberapa jam dibuka langsung ludes,” ujar Sekretaris Desa Bumiaji, Kasianto. Ia berharap Pasar Barongan mampu menggerakkan ekonomi masyarakat serta meningkatkan kesadaran menjaga dan melestarikan sumber mata air Binangun.

Pengunjung Pasar Barongan menikmati kudapan dan penganan di bawah rumpun bambu. (Terakota/Faisol Asyari).

Lokasi Pasar Barongan, katanya, merupakan lahan pemerintah desa dan sebagian milik Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) Kota Malang yang mengelola sumber air. Sebelumnya warga mandi dan mencuci di sumber Rewok di samping Pasar Barongan. Namun, sejak 30 tahun terakhir sejak rumah warga memiliki kamar mandi tak ada yang mandi di sumber.

Sehingga Pasar Barongan menjadi nostalgia bagi warga setempat untuk bertemu dan berinteraksi. Seperti dulu, mereka ngobrol dan berdiskusi saat bertemu mandi di sumber Rewok. “Dulu serba susah tidak ada transportasi. Kalau mau ke pasar harus jalan kaki,” kata warga salah seroang pengunjung, Aminah.

Sehingga Pasar Barongan menjadi momentum bernostalgia atas kenangan masa lalu. Apalagi para pedagang mengenakan pakaian tradisional yang jamak digunakan penduduk setempat pada masa itu. Untuk mengabadikan momentum di Pasar Barongan, sebagian pengunjung berswafoto dengan latar rumpun bambu atau sumber air.

bernostalgia-dan-menikmati-alam-di-pasar-barongan
Bocah setempat menarikan tarian Pak Tani mengiringi Pasar Barongan. (Terakota/Faisol Asyari).

Hari beranjak siang, tiga anak-anak naik di atas panggung. Dua bocah laki-laki dan seorang perempuan menari tarian Pak Tani. Kedua bocah lelaki mengenakan celana hitam, baju lurik dan mengenakan blangkon. Masing-masing sembari memanggul cangkul. Sedangkan perempuan mengenakan kebaya dan kain jarik. Sedangkan tangan kanan membawa keranjang bambu berisi aneka sayur dan jagung.

Mereka bergerak gemulai mengikuti gamelan yang mengiringi tarian mereka. Gerak tari menggambarkan petani tengah mencangkul untuk menggarap lahan sawah. Serta menanam hingga memanen hasil olah pertanian.