Dokumentasi harimau jawa (Panthera tigris sondaica) di Taman Nasional Ujung Kulon. Didokumentasikan pada 1938. (Foto : wikipedia.org).
Iklan terakota

Terakota.id–Kawasan Gunung Semeru merupakan zona rimba menjadi habitat macan tutul jawa (Panthera pardus melas), kijang (Muntiacus muntjak) , lutung jawa (Trachypithecus auratus), elang jawa (Nisaetus bartelsi)  dan berbagai jenis burung.  Saat pendaki ramai mendaki Semeru satwa liar terganggu wilayah jelajah dan mencari pakan.

Sementara macan tutul jawa tersebar di kawasan jambangan, unguk-unguk dan cemorokandang. Aktivitas pendakian menjadi penghalang satwa untuk bebas dengan perilaku sosialnya. Kini, setelah ditutup satwa semakin bebas untuk mencari pakan. Seperi kijang, saat musim hujan seperti ini rumput dan alang-alang tumbuh sumur menjadi pakan dengan nutrisi yang baik.

“Ekosistem bagus, makan melimpah. Terjaga keseimbangan ekosistem di alam,” kata Kepala Resor Ranupani sekaligus tenaga pengendali ekosistem Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Agung Siswoyo. Masyarakat Jawa kadang menyematkan harimau jawa dengan sebutan “Mbah.” Ada mitos dan cerita misteri yang menyelimuti si Mbah bagi kepercayaan masyarakat Jawa.

Ia juga meyakini harimau jawa (Panthera tigris sondaica) masih ada, tak punah. Agung juga optimistis kawasan TNBTS menjadi habitat yang baik untuk harimau jawa tersebut. Untuk itu, sepanjang dua tahun terakhir petugas TNBTS melakukan perburuan untuk membuktikan ada harimau jawa di kawasan TNBTS.

Harimau jawa dinyatakan punah sejak 1970-an, lantaran tak pernah ditemukan perjumpaan di alam liar. Petugas Balai Besar TNBTS memasang sejumlah kamera jebakan dan dilakukan penelusuran dengan mencari bukti visual dan jejak di kawasan zona rimba. Menurut Agung, masyarakat sekitar kawasan TNBTS menceritakan sempat melakukan perjumpaan dengan satwa yang berciri-ciri khusus dan diidentifikasi sebagai harimau jawa.

Eksplorasi Ranu Tompe 2015 dan 2016 menemukan feses dan cakaran di pohon. Berdasarkan penelitian ahli harimau jawa, cakaran itu menunjukkan cirri harimau Jawa. Cakaran harimau jawa di pohon cenderung vertikal, dengan jarak lebih dari tiga sentimeter. “Itu tanda dan cirri harimau Jawa.”

Harimau Jawa bergantung dengan air, menyukai genangan air atau Ranu. Harimau jawa suka berendam. Sehingga Ranu Tompe cocok menjadi habitat alami harimau jawa. Ranu Tompe oleh masyarakat sekitar dikenal dengan sebutan Ranu Lus atau tempatnya makhluk halus. Sehingga jarang masyarakat yang berani ke Ranu Tompe, kecuali mendapat ijin dari dukun atau pemuka agama setempat.

Pendakian Gunung Semeru Ditutup

Gunung Semeru terlihat dari areal persawahan di Kota Malang. (Terakota/Eko Widianto).

Pendakian ke puncak Gunung Semeru ditutup mulai 1 Januari 2018. Pendakian ditutup sampai batas waktu yang tak ditentukan. Tujuan penutupan pendakian untuk memberikan kesempatan pemulihan ekosistem. Lantaran saban hari, sekitar 600 an pendaki yang menunju puncak gunung tertinggi di Jawa ini.

“Jika cuaca mendukung ditutup selama dua bulan. Kalau cuaca ekstrem akan lebih lama,” kata Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTN BTS) Jhon Kenedie.

Balai Besar TNBTS merupakan otorita yang mengawasi dan mengelola kawasan taman nasional seluas 52.276 hektare yang tersebar di wilayah Kabupaten Lumajang, Pasuruan, Probolinggo dan Malang. Selama masa penutupan akan digunakan untuk memperbaiki jalur pendakian, dan membersihkan kawasan dari sampah yang ditinggalkan pendaki.

Meski selama ini ada pengawasan, namun masih banyak pendaki yang membuang sampah sembarangan yang dikhawatirkan menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan. Saat di pos Ranu Pani petugas memeriksa potensi sampah dan mewajibkan pendaki membawa sampah turun. Selain itu juga diberikan peringatan dan diberi kantung plastik untuk menampung sampah yang dihasilkan.

Sebelum ditutup, sampai masa pergantian tahun para petugas Balai Besar TNBTS akan mengawasi mencegah pendaki tak berada di jalur pendakian. Pengecekan ini dilakukan untuk mengantisipasi pendaki yang membandel tetap masuk secara ilegal. Sehingga dikhawatirkan akan membahayakan dan mengancam keselamatan diri.

Pengecekan dilakukan petugas dibantu relawan pecinta alam, masyarakat sekitar dan potensi SAR di kawasan Gunung Semeru. Sepanjang Sepanjang April sampai November 2017 total jenderal jumlah pendaki  mencapai 174.161 terdiri dari pendaki luar negeri sebanyak 3.365 orang dan pendaki dari berbagai daerah di nusantara sebanyak 170.796 pendaki.

Selama masa penutupan jalur pendakian juga dilakukan perbaikan sarana dan prasarana seperti pondok pendakian dan toilet di Ranu Kumbolo. Sehingga pada awal dibuka pendakian tahun depan sarana dan prasarana sudah siap.

Satwa Liar Dilindungi

Seorang pendaki tengah mengamati prasasti di tepi Ranukumbolo. (Hari Istiawan/Terakota)

Petugas Balai Besar TNBTS melakukan monitoring atau pengawasan pergerakan macan tutul jawa di kawasan Gunung Semeru. Lantaran macan tutul jawa merupakan satwa liar prioritas untuk ditingkatkan populasi. Selain macan tutul, juga elang jawa masuk skala prioritas.  Habitat dan ekosistem di Gunung Semeru tergolong baik dan seimbang.

Pada 2016 petugas Balai Besar TNBTS mengumpulkan data populasi macan tutul jawa di sepanjang jalur pendakian. Pemantauan dilakukan melalui rekaman dengan kamera perangkap atau kamera jebakan. Disebar empat unit kamera di Ranupani ke Senduro, lima unit di puncak Hayeg-hayeg dan Kemukus untuk memantau pergerakan macan tutul jawa.

Pemasangan kamera perangkap mengalami hambatan, lantaran warga sekitar yang masuk kawasan kadang menggeser letak kamera, memindahkan lokasi dan melepas. Namun, setelah berkoordinasi dengan Kepala Desa setempat  kamera tersebut dikembalikan. Perburuan dan desakan habitat menjadi ancaman bagi berbagai jenis satwa liar di TNBTS.

“Perburuan satwa masih dijumpai di Ranupani. Sudah diproses hukum di Polsek Senduro, Lumajang. Disita burung kacamata gunung, anis sisik, dan anis kuning sebagai barang bukti.”  Pada 2015 polisi menangkap masyarakat sekitar yang berburu lutung jawa. Daging lutung diperjualbelikan sebagai bahan baku bakso.

Petugas juga menemukan jejak macan tutul di daerah Jambangan. Selain itu juga informasi masyarakat Ranupani telah melakukan perjumpaan dengan macan tutul. Namun sejuauh ini populasi macan tutul belum bisa ditentukan. Sejauh ini belum ada sensus individu macan tutul. Hasil rekaman di gunung kukusan dan macan pecah menemukan jejak dari tiga individu berbeda.

Macan tutul bergerak di sekitar Coban Trisula, Poncokusumo, Kabupaten Malang. Jejak yang diperoleh macan tutul di Jambangan belum bisa identifikasi usia, namun dipastikan individu dewasa. “Umur sulit diidentifikasi dari data jejak,” katanya.

Akhir Tahun di Gunung Bromo

Pemandangan alam Gunung Bromo dari Bukit Seruni. (Terakota.id/Abdul Malik)

Balai Besar TNBTS ditarget memasukan dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PBBP) pada 2017 sebesar Rp 16 miliar. Namun, sampai November 2017 telah terealisasi pemasukan Rp 19,6 miliar. Catatan otorita pengelola wisata Gunung Bromo dan pendakian Gunung Semeru pemasukan tertinggi pada Juli dari retribusi masuk ke kawasan wisata gunung api Gunung Bromo. Mencapai Rp 4 miliar, karena bertepatan dengan libur sekolah.

Diprediksi pendapatan Balai Besar TNBTS mencapai 121 persen dari target yang dibebankan. Pendapatan akan semakin melonjak pada libur natal dan tahun baru. Objek kawah Gunung  Bromo menjadi tujuan utama wisata di Jawa Timur. Sedangkan untuk libur natal dan tahun baru disiapkan pengamanan untuk menjamin keamanan dan keselamatan pengunjung.

Sebanyak 197 personil dikerahkan untuk mengamankan wisata Gunung Bromo dan pendakian ke Gunung Semeru.  Terdiri dari petugas Balai Besar TNBTS, tim SAR, tenaga kesehatan, polisi dan TNI.

Mereka tersebat di kawasan konservasi, kaldera tengger lautan pasir, jalur pendakian semeru, dan Ranupani. Wisatawan yang berkunjung ke Gunung Bromo masuk melalui empat pintu utama. Antara lain Cemorolawang (Probolinggo), Wonokitri (Pasuruan), Ranupani (Lumajang), dan Coban Trisula (Malang).

 

 

1 KOMENTAR