Agus Noor berbagi pengalaman menulis kreatif. (Terakota/Muntaha Masyur).
Iklan terakota

Terakota.id—Sejumlah tokoh besar berpesan pentingnya menulis. Sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib pernah berkata, “ikatlah ilmu dengan menulis.” Begitu juga pemikir besar Islam, Imam Ghazali pernah mengatakan, “kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis.”

Nasihat untuk menulis, juga disampaikan sastrawan, Pramoedya Ananta Toer, “orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Untuk menggerakkan budaya menulis, dua sastrawan berbagi pengalaman dan ilmunya dalam kelas “Penulisan Kreatif” di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya, Ahad 24 September 2017. Agus Noor dan Yusri Fajar telah banyak menghasilkan karya sastra populer.

Kegiatan menulis kreatif ini merupakan salah satu rangkaian acara “International Conference on Language, Literary and Cultural Studies” 23-24 September 2017. Keduanya memberikan inspirasi dan menggali ide untuk membuat karya sastra. Terutama menghasilkan karya sastra mulai novel, esai, surat, cerpen, puisi, dan bentuk format cerita lainnya.

Duo Sastrawan Beberkan Resep Menulis

Agus Noor menjelaskan menulis kreatif merupakan salah satu upaya menyatakan diri melalui tindakan kreatif. Melalui tulisan kreatif orang belajar menyatakan pikiran dalam tulisan.“Karena itu, menulis dalam bentuk apa pun, sesungguhnya adalah sebuah kemampuan untuk mengembangkan kreatifitas,” kata Agus Noor kepada Terakota.id.

Menemukan Ide yang akan dituangkan dalam tulisan bukan perkara yang sulit. Ide menurut Agus Noor tercecer setiap hari. Ide adalah hasil refleksi seseorang atas dunia dan kehidupan. “Ia datang dari pikiran setiap orang. Kalau ada yang mengatakan tidak ada ide lantas tidak menulis, itu malas saja. Bukan karena tidak ada ide,” jelas Agus Noor.

Salah satu kiat Agus Noor dalam menggali ide adalah dengan menuliskan atau menemukan satu kata benda. Lalu kata itu dihubungkan dengan dua kata lainnya yang tidak memiliki kedekatan makna. Misalnya Batu dengan gunting dan buku filsafat. Dari ketiga kata benda itu bisa dirangkai menjadi cerita yang menarik.

Seorang penulis kreatif menurut Agus Noor harus mencari sesuatu yang berbeda atau tidak terduga. Mungkin orang lain tidak memikirkannya. Ketika menulis cerita, tokoh, momen, konflik harus dicari dan dibikin seunik dan semenarik mungkin.

Tiga bagian dasar dalam cerita; pembukaan, konflik/persoalan, ending/penyelesaian, dibuat yang unik, kuat, menarik, dan tidak terduga. Menurut sastrawan berambut gondrong ini, kunci menulis adalah mempraktikkkannya secara langsung.

Tidak ada tips khusus atau teori kunci dalam menulis. Teori hanya penting untuk menjadi gambaran atau rujukan. Tidak pernah menjadi paling penting, bila tidak pernah dipraktikkan.

Pelajaran pokok lainnya, yang dibagikan oleh penulis naskah “Matinya Sang Kritikus” yang kemudian diadopsi menjadi naskah untuk program “Sentilan Sentilun” ini, adalah konsistensi dan kedisiplinan. Penulis harus disiplin menulis dan membaca. Agus Noor sendiri, mewajibkan dirinya untuk menulis setidaknya lima jam per hari.

“Penulis itu akan gagal ketika tidak menghasilkan karya yang bagus. Penulis pemula tidak bisa dong dikatakan gagal, karena ia menjalani proses. Kalau mengatakan penulis pemula itu gagal, itu namanya tidak adil,” ujar Agus Noor, menerangkan.

Karya sastra yang bagus itu menurut Agus adalah karya sastra yang memberi cara pandang lain. Sastra yang memberi kesan kepada pembacanya.

Yusri Fajar membeberkan kiat menggali ide dalam tulisan sastra. (Terakota/Muntaha Mansyur),

Sementara Yusri Fajar menyebut penulis dapat memperkaya ide dengan cara meningkatkan kepedulian dan kepekaan terhadap masyarakat. Karena pada dasarnya, penulis tidak bisa menutup diri dari peristiwa sekitar.

Sastrawan penulis “Surat Cinta dari Praha” ini, mewanti-wanti untuk segera mencatat ide yang muncul atau tiba-tiba ditemukan. “Ide yang bagus kadang tidak muncul dua kali. Tulis segera ide itu dan selesaikan,” ujar Yusri Fajar berpesan.

Memulai menulis, kata Yusri, dari hal-hal yang sederhana juga bisa dijadikan pembelajaran. Ia percaya, ketekunan itu akan meencapai titik  kualitas kematangan, baik dari segi ide, isi, maupun kreatifitasnya. Masalah yang sering dihadapi penulis sebenarnya berasal dari dirinya sendiri.

Banyak yang tidak konsisten dalam berproses dan kurang merefleksikan tulisannya. “Penulis juga jangan cepat puas diri,” kata Yusri.