Terakota.id–Agresi Militer Belanda di Malang masih teringat jelas di alam pikiran Salim (94 tahun), veteran pejuang Kemerdekaan Indonesia asal Dusun Sumberpang Lor, Desa Sumbersuko, Kecamatan Wagir, Kabupaten Malang. Dokumen, identitas diri dan nama diubah menjadi Saiman setelah tentara Belanda mencium identitasnya sebagai Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Saat Agresi Militer Belanda. Kini, ia harus menggunakan alat bantu berjalan, sejak terserang stroke dua tahun lalu.
Postur tubuhnya terlihat tegap, meski di usia senja. Saat Agresi Militer Belanda Juli 1947, ia angkat senjata setelah turut latihan selama tiga bulan di Lapangan Rampal. Salim ditugaskan ke Sidoarjo di perbatasan Surabaya. “Dilatih senjata berat, canon, senjata rampasan dari Jepang,” ujar Salim.
Veteran pejuang kemerdekaan asal Sidoharjo, Wonogiri, Jawa Tengah, Soetarjo bahkan tiga kali ditangkap Belanda selama Agresi Militer. Lelaki yang kini tinggal di Desa Sengkaling, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang ini mengalami trauma berkepanjangan. Tertangkap saat kepergok operasi tentara Belanda dan KNIL. Ia terakhir tertangkap di Wonogiri.
Kakinya dihantam popor senjata laras panjang, disiksa tentara Belanda. Soetarjo nyaris kehilangan nyawa, namun nasib baik masih berpihak pada dirinya. Ia selamat. “Senjata diisi, dikongkang. Mau diarahkan ke saya, tiba-tiba ada orang lari, senjata ditembakkan ke arahnya. Dia dipangil temannya dan naik truk,” katanya.
Tak hanya Soetarjo yang mengalami kekejaman tentara Belanda. Sebanyak 35 Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) dibantai di Jalan Salak Malang pada 31 Juli 1947. Kekejaman juga dilakukan terhadap pejuang yang ditawan tentara Belanda saat dipindahkan dalam gerbong barang dari Stasiun Bondowoso ke Stasiun Wonokromo, Surabaya pada 23 November 1947.
Mereka diangkut dalam tiga gerbong barang yang tertutup rapat, tanpa ventilasi udara. Sebanyak 46 dari 100 pejuang republik yang ditawan Belanda meninggal saat diangkut Peristiwa ini dikenal dengan Gerbong Maut Bondowoso.
Saat memindahkan tawanan itu, para tawanan mengalami penderitaan yang dimulai dari Jember-Probolinggo, tawanan tumbang. Meningal. Puncak penderitaan mulai pukul 09.00 WIB sampai pukul 10.00 WIB.
“Gerbong maut bukti kekerasan luar biasa yang dilakukan tentara Belanda terhadap tawanan perang di Agresi Militer Belanda I. Belum pernah mendengar ada pengadilan militer yang menghukum pimpinan militer yang bertanggungjawab,” kata sejarawan Universitas Negeri Malang, Reza Hudiyanto.