Balai Arkeologi Meneliti Usia Situs Sekaran

Peneliti Balai Arkeologi Yogyakarta menguji Situs Sekaran, Sekarpuro, Kabupaten Malang. (Terakota/Zainul Arifin).
Iklan terakota

Terakota.id–Ketua Tim Penelitian dan Penjajakan Situs Sekaran Balai Arkeologi Yogyakarta,  Hery Priswanto melepas alas kaki. Dua orang pemuda mengikuti di belakang. Menapak reruntuhan bata merah, mata memandang area Situs Sekaran di Desa Sekarpuro, Pakis, Kabupaten Malang. Tangan membawa buku catatan kecil.

Mereka bagian dari Tim Penelitian dan Penjajakan Situs Sekaran Balai Arkeologi Yogyakarta.

Keduanya sengaja bertelanjang kaki menjejaki situs berupa struktur bata peninggalan pra-majapahit. Tujuannya menghindari zat organik pada lapisan tanah hilang, saat uji karbon untuk melacak jejak kuno.

“Jangankan pijakan alas kaki, abu rokok sudah cukup mampu merusak jejak usia tanah,” kata Hery Priswanto. Kamis, 11 April 2019.

Mereka tengah meneliti Situs Sekaran sampai Senin, 15 April 2019 mendatang. Berbekal data awal hasil ekskavasi Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur akhir Maret silam. Telah menghasilkan tiga data awal meliputi ruang, waktu dan bentuk situs.

Data ruang berupa tempat temuan situs yang dibuat deliniasi atau garis batas seluas 30 x 30 meter. Data waktu merujuk pada perkiraan situs dibangun pada kurun abad 10-13 masehi. Terakhir, data bentuk berupa temuan sejumlah struktur bangunan bata seperti gapura, batur sampai gapura.

“Semua data itu masih harus diperjelas. Itu tujuan kedatangan kami, sekaligus mempertajam kajian akademisnya,” ujar Hery.

Peneliti mendokumentasikan dan menguji usia Situs Sekaran. Pijakan alas kaki, abu rokok mampu merusak jejak usia tanah. (Terakota/Zainul Arifin).

Ekskavasi oleh BPCB Jawa Timur dilakukan secara horisontal atau membuka lapisan permukaan tanah bagian atas yang menutup bata. Sedangkan Balai Arkeologi melanjutkan dengan menggali secara vertikal atau ke lapisan terdalam dari titik temuan struktur bata. Mempertajam penggalian lapisan budaya di bagian bawah struktur.

Sebab, lapisan bagian atas sudah banyak yang rusak. Baik itu karena aktivitas pengerjaan proyek jalan Tol Malang – Pandaan. Sebab situs terkuak saat pengerjaan proyek infrastruktur itu. Maupun rusak karena kegiatan lainnya pasca penemuan situs. Karena itulah butuh penggalian vertikal, ke lapisan paling bawah struktur bata.

“Lapisan bawah masih aman. Itu yang kami gali sekaligus mengambil sampel tanah di bawah struktur bata untuk diuji tes karbon,” kata Hery.

Sebab untuk menggali data waktu atau usia pembangunan situs, tidak cukup hanya mengacu ukuran dan struktur bata saja. Jelas bisa sama dengan banyak candi dan situs cagar budaya lainnya yang dibangun dengan bata merah. Misalnya komplek Candi Trowulan Mojokerto. Butuh metode absolut untuk melacak kurun waktu pendirian situs.

Dating carbon merupakan teknik menentukan umur situs. Berguna memastikan periodesasi atau masa Situs Sekaran dibangun. (Terakota/Zainul Arifin).

“Kalau mengacu bentuk temuan bata, itu kronologis relatif. Data waktu harus absolut, dengan menguji karbon itu misalnya,” papar Hery.

Dating carbon menjadi salah satu teknik untuk menentukan umur situs. Bisa memastikan periodesasi atau pada masa apa Situs Sekaran dibangun. Meski demikian, uji karbon butuh waktu lumayan lama lantaran harus bergiliran dengan banyak kepentingan penelitian lainnya. Paling lama enam bulan ke depan baru bisa diketahui usia situs ini.

Tapi hasil ini nantinya diharapkan bisa memastikan apa sesungguhnya Situs Sekaran. Baik itu bentuk dan fungsinya maupun usia sebenarnya. Sejauh ini kuat dugaan situs ini adalah sebuah kompleks bangunan suci, jejak permukiman kuno pra-Majapahit.

Penelitian lanjutan ini melibatkan sejumlah mahasiswa dan masyarakat setempat. Seluruhnya dikerjakan secara manual. Lokasi temuan situs mulai dipasang pagar bambu, agar tidak ada yang masuk sembarangan. Apalagi kerap pengunjung dengan gegabah menginjak bata. “Jadi ini masih baru mulai penelitian. Mungkin satu atau dua hari lagi sudah ada kesimpulan,” kata Hery menutup perjalanan.