Arca nandi tanpa kepala dan lingga-yoni di situs Karuman, Tlogoman, Kota Malang. (Terakota/Aris Hidayat).
Iklan terakota

Terakota.id – Bango Samparan gusar bukan kepalang. Kalah bertaruh dan tak dapat membayar ke seorang bandar judi di Karuman. Berziarahlah ia ke Rabut Jalu. Di tempat keramat itu ia mendengar suara dari angkasa. Akan ada seorang anak bernama Ken Angrok yang bisa menyelesaikan seluruh utangnya di bandar judi.

Pergilah Bango Samparan meninggalkan Rabut Jalu di waktu malam. Dijumpainya seorang anak, dicocokkannya dengan petunjuk Sang Hyang. Benar itu adalah Ken Angrok dan dibawanya pulang ke Karuman. Diajaknya Angrok ke tempat judi dan bandar judi mengalami kekalahan. Bango Samparan girang, anak itu diakuinya sebagai anak angkat.

Kisah itu dituliskan dalam Kitab Pararaton. Usia Ken Arok atau Angrok saat itu seumuran anak – anak penggembala. Ia tinggal bersama Bango Samparan yang memiliki empat anak putra dan seorang putri. Hingga tumbuh remaja, Arok pergi meninggalkan rumah lantaran tak cocok dengan saudara – saudara angkatnya itu.

Arkeolog Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono mengatakan, Karuman adalah desa kuno yang sudah ada sejak masa Kerajaan Kanjuruhan di abad VIII. Letak daerah ini sangat strategis karena dilintasi oleh sejumlah kali anak sungai brantas.

“Daerah ini sangat bersejarah, beberapa kali dicatat dalam Kitab Pararaton,” kata Dwi Cahyono.

Karuman tak sekedar jadi tempat tinggal Angrok kecil hingga tumbuh remaja. Saat Angrok telah mengabdi ke Tumapel, ia pulang kembali ke Karuman menemui Bango Samparan. Ia sampaikan rencana kudeta Tumapel, merebut kekuasaan dari tangan Akuwu Tumapel Tunggul Ametung. Sekaligus memperistri Ken Dedes.

Dalam pertemuan itu, ayah angkatnya memberi petunjuk lokasi sentra industri penempa logam khusus di Lulumbang yang dipimpin Mpu Gandring. Antara Bango Samparan dan Gandring adalah teman lama. Angrok pun berangkat ke tempat itu dan memesan senjata pada Mpu Gandring. Karuman jadi salah satu babak penting dalam berdirinya Kerajaan Singosari.

“Ken Angrok tak lupa atas jasa ayah angkatnya. Saat awal kekuasaannya di Kerajaan Singosari, ia perintahkan membangun candi di Karuman, sebagai balas budi,” ucap Dwi Cahyono.

Desa Kuno Karuman

 

Selain membangun candi, Angrok menetapkan status Karuman sebagai desa sima atau bebas pajak. Jejak keberadaan desa kuno Karuman ini masih bisa dijumpai. Lokasinya diyakini saat ini ada di Tlogomas, Kota Malang. Di sudut kampung ini, ada tembok setinggi 1 meter mengelilingi sepetak lahan dengan rimbun pepohonan.

Warga setempat lebih mengenal tempat itu sebagai Punden Karuman. Sebuah papan informasi dipasang Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Malang dipasang di tempat ini. Menjelaskan bahwa itu adalah Situs Karuman. Temuan artefak dan gambaran paleo-ekologi di kawasan ini menguatkan bahwa di sinilah Karuman sebagaimana yang ditulis Pararaton.

“Masih banyak peninggalan arkeologis yang terpendam di dalam tanah di kawasan Tlogomas ini,” kata Dwi Cahyono.

Maka, Kampung Tlogomas Kota Malang, bukanlah desa baru. Tapi sebuah desa yang telah ada sejak masa Hindu – Budha abad VIII dan terus berkembang hingga era Kesultanan Mataram Islam abad XVII. Selain Situs Karuman, di kampung ini juga ada Makam Mbah Aruman, seorang penyebar islam dari mataram. Sosok pembaharu dari masa Hindu – Budha ke masa Islam.

Bukti artefak yang masih bisa dilihat di kawasan ini adalah fragmen arca Durga dan arca Siwa yang sudah hilang bagian kepalanya. Ada pula batu sima, penanda penetapan status desa bebas pajak di masa Kerajaan Singosari. Peninggalan purbakala itu diletakkan di areal Makam Mbah Aruman.

Sedangkan di Situs Karuman sendiri ada arca Lembu Nandi yang sudah pecah bagian kepalanya, yoni dan lingga berbeda ukuran. Ada pula beberapa balok batu dan bata kuno. Di bawah situs ini kuat dugaan masih ada struktur bangunan kuno. Pengakuan warga setempat, di masa lalu masih sering menemukan bata kuno.

Tak jauh dari situs ini, dekat Sungai Brantas pernah ada sebuah patirtan atau taman pemandian kuno.Di sekitar patirtan itu dahulu ada beberapa jaladwara berbahan batu andesit yang berfungsi sebagai pancuran. Air mengalir dari arung atau saluran bawah tanah melalui jaladwara dan ditampung dalam patirtan. Sayangnya, jaladwara maupun patirtan sudah lenyap tak tersisa.

Hanya aliran air dari arung yang masih bisa dijumpai. Di bekas lokasi patirtan itu kini hanya berdiri tempat pemandian umum untuk warga. Sedangkan air juga diambil sebuah kolam pemandian wisata dengan jumlah besar untuk kepentingan komersil. “Patirtan jadi tempat penyucian diri sebelum melakukan pemujaan di candi. Menunjukkan betapa pentingnya kawasan ini,” ujar Dwi Cahyono.

Merawat Sejarah Desa

Arca nandi tanpa kepala dan lingga-yoni di situs Karuman, Tlogoman, Kota Malang. (Terakota/Aris Hidayat).

Warga Tlogomas sendiri kerap menemukan batu bata kuno saat menggali tanah. Dahulu, jika ada yang memugar rumah dengan membangun pondasi, tak jarang menemukan arca. Bahkan jalan akses menuju pemandian umum itu sebagian di antaranya dibangun memanfaatkan bata kuno yang mereka temukan.

Ketua RT 4 RW 5 Tlogomas, Kota Malang Imam Musyafak mengaku pernah mendengar cerita kakeknya menemukan arca saat menggali tanah. “Karena takut, ditanam lagi ke dalam tanah,” kata Imam.

Perlahan tapi pasti, warga mulai memahami pentingnya menyelamatkan temuan – temuan itu. Sebab, Situs Karuman menjadi penanda. Bahwa desa mereka telah ada sejak ratusan tahun silam dan termasuk desa bersejarah. Merawat peninggalan yang tersisa, sama halnya dengan melestarikan sejarah desa.

Tembok yang mengelilingi Situs Karuman misalnya, dibangun secara swadaya oleh warga di awal tahun 2000-an. Dahulu, cagar budaya itu dibiarkan begitu saja di lahan terbuka. Kini situs itu kerap dibersihkan warga karena dianggap memiliki nilai penting untuk sejarah desa. “Hanya papan informasi itu yang murni dari pemerintah daerah,” ujar Imam.

Warga juga ada keinginan membongkar kolam pemandian dan menggesernya di lokasi yang baru. Sedangkan lokasi lama hendak dibangun patirtan tiruan, setidaknya mengingatkan warga bahwa kampung mereka adalah desa kuno. Air yang keluar dari arung juga akan dimanfaatkan untuk Pembangkit Listrik Mikro Hidro (PLTMH).

“Kami tak ingin memutus sejarah kawasan ini, sekaligus agar ada nilai lebih untuk warga,” ucap Imam.