
Oleh: Nurudin*
Terakota.id– Tentu saja, mereka yang tidak punya mantan tidak akan bisa ikut merasakan bagaimana asyiknya ketemu mantan. Mengapa orang sampai tergila-gila pada mantan? Mengapa pula, harus rela keluarkan biaya tinggi hanya untuk ketemu mantan? Juga, harus menyisihkan banyak kesibukan hanya untuk berjumpa sang mantan.
Mantan memang unik. Ia seperti sihir yang membuat seseorang terlena. Sihir yang membuat orang bisa memutuskan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Pada mantanlah kadang diletakkan segala harapan. Jadi berbahagialah mereka yang pernah punya mantan. Tak heran, pada mantan segala harapan ke depan kadang diberikan.
Tentu, mantan juga bisa menjengkelkan. Ini tidak bisa dipungkiri. Mereka yang punya sejarah buruk dengan mantan tentu tidak mau ketemu mantan. Mantan dianggap sumber malapataka. Ia penghambat pikiran untuk maju. Mantan hanya menjadi godaan. Mantan harus dilupakan. Tanpa dilupakan, mantan akan menjadi bayangan kelam masa depan seseorang. Maka, mantan hanyalah masa lalu saja.
Anda tentu membayangkan mantan itu kekasih. Sangat mungkin. Karena selama ini mantan identik dengan mesra-mesraan. Tidak salah. Karena seorang kekasih yang sudah sama-sama putus akan menyebut satu sama lainnya sebagai mantan. Namun bukankah mantan tidak harus berkaitan dengan mesra-mesraan, pacaran, dan percintaan semata? Nah, disinilah letak persoalannya. Mengapa itu terjadi? Sebab, persepsi soal mantan yang terbangun dan mengendap dalam pikiran seseorang hanya masalah pacaran saja.
Mantan itu tentu banyak. Mantan pegawai, mantan dosen, mantan mahasiswa, mantan tempat kos, mantan presiden, mantan ibu kos, mantan penghuni penjara, mantan teman sekolah, mantan pemain petak umpet dan lain-lain. Banyak mantan bukan? Nah, jangan bayangkan mantan hanya soal pacaran saja. Itu mendangkalkan masalah dan membutakan diri pada fakta. Mantan banyak ragam dan sudut pandang.
Sama dengan soal politik bukan? Ia tidak boleh hanya dipandang dari satu sudut pandang. Pikiran kita tentu akan menjadi dangkal sekali. Politik itu soal multidimensional. Tidak bisa dipahami satu sudut pandang, kecuali yang punya pikiran picik semata.
Mantan Terindah
Kita tidak akan membicarakan soal politik kali ini. Kita bicarakan yang asyik-asyik. Kita bicarakan Lebaran saja. Atau soal mudik saja. Pertanyaannya, mengapa banyak orang senang mudik Lebaran? Mengapa mereka rela menyisihkan uang, menabung, merencanakan jauh-jah hari, rela mengesampingkan kesibukan hanya gara-gara ingin mudik? Bukanlah mudik itu menyengsarakan? Macet. Antri. Panas. Capek. Lapar. Haus.
Tetapi, mengapa orang harus melakukannya? Mau bersusah payah untuk mudik? Yang tidak pernah mudik tentu tak merasakan keasyikan mudik dengan segala hujan keringat yang menyertainya.
Mudik asyik karena di sana nanti ketemu mantan. Jadi jelas bukan, mantan bukan hanya soal pacaran? Ada banyak mantan di kampung halaman. Makanan, tempat bersejarah, teman, orang tua atau tetangga. Tentu mantan di sini harus dipahami bukan bekas sebagaimana barang. Misalnya, orang tua menjadi mantan itu artinya kegiatan yang dirasakan dulu tidak bisa dirasakan sama dengan saat ini. Mantan teman. Berarti teman lama kita. Teman menjadi mantan karena kita tidak bisa lagi bermain gundu, petak umpet atau sekadar mandi di kali saat bertemu sekarang. Ini namanya mantan juga, bukan?
Mudik
Pertanyaannya sekarang, mengapa mudik itu mengasyikkan? Karena di sana ketemu mantan. Coba sebut berapa banyak mantan yang akan kita temui saat mudik? Jadi mantan di sini mengasyikkan, bukan?
Mengapa? Mudik itu bertemu sanak keluarga, teman dan handai taulan. Seseorang senang saling berkabar. Dan itu sifat naluriah manusia. Manusia punya kecenderungan saling bercerita, entah cerita ngalor ngidul, kesuksesan atau bahkan kesombongan. Semua berbaur jadi satu. Bahkan seseorang itu tanpa ditanya sudah bercerita dulu.
Mudik itu juga bisa menjadi sarana pamer. Pamer kesuksesan. Pamer kepemilikan. Pulang dengan HP baru, mobil baru, atau atribut lain. Bahkan ada yang rela tampil necis biar kelihatan sebagai orang sukses di rantau. Kadang semua serba diada-adakan. Lepas dari perilaku yang buruk tetapi ini dorongan orang untuk mudik pula.
Mudik juga mengabarkan. Ketemu teman saling mengabarkan dan mendoakan. Bagaimana kesehatannya, juga mendoakan untuk selalu sukses ke depan. Mengenang masa lalu. Pokoknya semua yang berbau mantan.
Prinsipnya manusia juga senang untuk mengenang. Mengenang jaman sekolah. Bagaimana teman-temannya itu nakal, baik hati dan cerita lucu yang lain. Bahkan saya punya teman kelas yang pernah membohongi pihak sekolah, bahwa neneknya teman ada yang meninggal. Lalu meminta sumbangan ke kelas-kelas. Dan uang itu dipakai untuk makan bakso. Cara ini memang tidak baik, tetapi akan dikenang.
Group di media sosial akan menarik jika berbicara soal kenangan jaman dulu. Selalu ada sahut-sahutan saling berbalas pesan. Mengapa? Karena mereka umumnya ingin mengenang masa lalu. Mengenang masa lalu ini menjadi hiburan tersendiri. Bahkan menjadi pendorong semangat di masa datang. Reuni juga bukan soal saling menunjukkan kesuksesan, tetapi ketemu mantan teman. Pokoknya banyak hal yang bisa dibagi. Itulah kenapa banyak orang senang untuk kumpul kembali. Intinya mengenang.
Mudik, tidak bertemu orang tua pun tidak masalah. Misalnya karena sudah meninggal, tetapi ia bisa menumpahkan segala kepenatan hatinya saat pulang ke rumah orang tua. Mengenang, mendoakan, dan memulihkan semangat. Kenangan dengan orang tua saat hidup mungkin akan menjadi pemacu semangat kembali.
Bagi yang bisa bertemu orang tua mudik menjadi kebahagiaan sendiri. Bukan soal apakah mudik menghabiskan biaya banyak, karena di sana ada kebahagiaan dan ketentraman yang tak bisa diukur dengan uang. Maka, mudik itu sering menjadi wajib. Wajib mumpung orang tua masih ada.
Orang tua menjumpai anaknya mudik bukan soal uang pula. Bagi orang tua, anak pulang bersama cucunya sudah menjadi kebahagiaan tersendiri. Seseorang mudik ke rumah orang tuanya juga mendidik anak-anaknya bahwa ia dibesarkan di tempat itu. Orang tua bisa menyambung tali silaturahmi keluarga besar dengan anak-anaknya. Ia juga mencontohkan pada anak-anaknya, bahwa suatu saat nanti jika dirinya sudah tua, ia berharap anak-anaknya mengunjungi orang tuanya sebagaimana yang dilakukan dirinya saat mudik. Jadi, mudik membawa banyak pelajaran hidup. Inilah asyiknya ketemu mantan saat mudik, bukan?
Kita punya hitung-hitungan kasar begini. Katakanlah umur orang tua sekarang 60. Katakanlah ia “dipanggil” pada umur 70 tahun. Ini hanya misal saja. Saat lebaran Anda pulang selama 1 minggu. Biasanya karena kesibukan Anda hanya bisa pulang saat lebaran saja. Jadi kesempatan bertemu dengan orang tua Anda tinggal 7 hari kali 10 tahun (70 hari), bukan? Maka mumpung sehat dan ada kesempatan mudik, maka bertemulah mantan.
Lagi, mudik juga bernostalgia dengan makanan. Maka, makanan khas saat mudik akan menjadi idola. Ada suasana batin yang membahagiakan bagi pemudik saat bertemu makanan kesukaannya. Yang tidak pernah makan makanan itu tentu tak bisa merasakan. Ini soal lidah dan suasana. Mengenang makanan jaman dulu untuk mengingatkan bahwa dirinya sudah semakin berumur dan perlu mendekatkan diri pada Tuhannya. Ini salah satu hikmah tentunya. Hikmah lain tentu masih banyak.
Mantan memang ada banyak sudut pandang dan cerita tak ada habisnya. Selamat bersilaturahmi dengan handai taulan.

*Penulis adalah dosen Ilmu Komunikasi, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM); twitter/IG: nurudinwriter.