Terakota.id –Ahmad Rofiudin, 16 tahun, menunjukkan sebuah batu andesit berselimut lumut yang teronggok di dekat selokan. Lokasinya berada di tengah permukiman Dusun Gasek, Karang Besuki, Kota Malang. Bukan batu biasa, tetapi sisa reruntuhan bangunan Candi Karang Besuki.
Rofiudin masih mengenakan seragam pramuka, berpeci dengan tas di punggung. Sebuah buku ada di tangannya. Ia siswa kelas X SMA Islam Sabilurrosyad, sekaligus santri di Pondok Pesantren Sabilurrosyad. Lembaga tempatnya belajar berada tak jauh dari lokasi temuan batu candi.
Ahad kemarin, ia ikut bersama Tim Ahli Cagar Budaya Kota Malang di Candi Karang Besuki meneliti situs yang terletak di pekuburan umum Dusun Gasek, Karang Besuki. Sebuah situs yang berbentuk reruntuhan, berupa batur atau pondasi candi. Batu bata kuno juga tampak tertumpuk di tengah reruntuhan itu.
“Saya dan teman – teman menemukan dan mengembalikannya ke tempat ini. Ada juga yang disimpan di sekolah,” kata Rofiudin.
Ia gembira mendengar informasi kedatangan Dwi Cahyono, Arkeolog Universitas Negeri Malang yang juga Tim Ahli Cagar Budaya Kota Malang. Bahwa, masih ada sisa reruntuhan candi berupa antefiks atau bagian atap maupun bagian lainnya berserakan di Dusun Gasek. “Kalau begitu, biar nanti saya cari lagi,” ujar Rofiudin.
Aktivitas mencari dan mengumpulkan reruntuhan candi itu dilakukannya sejak dua bulan lalu itu sepengetahuan Kepala Sekolah. Sebab, semua bermula dari mata pelajaran sejarah. Saat diberitahu guru sejarah tak jauh dari sekolah ada Candi Karang Besuki atau Candi Gasek. Ia pun tertarik menelusuri reruntuhan candi itu.
Metode Sederhana
Sebelum memulai petualangan arkeologis, Rofiudin lebih dulu mewawancari beberapa warga dusun. Mencatat hasil wawancaranya pada sebuah buku yang selalu dibawanya. Termasuk menuliskan jenis benda yang ditemukan dan melukiskan relief pada buku itu.
“Pokoknya ditulis, nanti disampaikan ke guru untuk dicocokkan dengan buku pelajaran,” ujar Rofiudin.
Rofiudin menerapkan teknik sederhana untuk memastikan bebatuan andesit dan bata yang ditemukannya merupakan benda purbakala. Batu andesit bekas bangunan candi memiliki ketebalan dan jauh lebih berat dibanding batu biasa. Selain itu, pada permukaannya juga terdapat relief.
Jika sudah tertutup oleh lumut maupun tanah, cara paling mudah adalah menggosok dengan alat seadanya tapi tak bersifat keras. Sebab, ia pernah menyesali perbuatannya menggosok dengan linggis. “Sayang sekali saat itu lecet. Kalau sekarang digosok seadanya dan lebih hati – hati,” tutur Rofiudin.
Sedangkan batu bata kuno, paling mudah adalah dengan melemparnya. Batu bata kuno memiliki daya tahan yang jauh lebih baik. Maka, jika dilempar dan pecah saat jatuh ke tanah bisa dipastikan itu bata biasa. “Sekilas dilihat saja sudah beda mana yang biasa dan bekas candi,” ucapnya.
Rofiudin menyerahkan ke sekolah apakah tiap benda hasil temuannya itu diserahkan ke museum atau dikembalikan ke tempatnya semula. Bagi dia, berhasil menemukan puing – puing candi sudah jadi pengalaman luar biasa. “Saya suka sekali saat lihat relief yang mirip motif bunga,” katanya.
Ahmad Sirojul Munir, guru mata pelajaran Sejarah Indonesia SMA Islam Sabilurrosyad mengatakan, semua yang dilakukan oleh siswanya itu atas dasar kecintaan terhadap sejarah Nusantara. Siswa bergerak sendiri, ia hanya mendukung dengan menyediakan sumber buku bacaan.
“Biar belajar langsung ke lapangan. Semangatnya untuk belajar sejarah Indonesia,” kata Sirojul Munir.
Arkeolog Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono mengapresiasi apa yang dilakukan Ahmad Rofiudin, tapi tetap harus dibimbing. Sebab aktivitas itu bisa menjadi bagian dari melestarikan dan menyelamatkan situs purbakala.
“Kalau bisa tiap lokasi temuannya juga dicatat. Tiap sisa reruntuhan yang bisa ditemukan itu sangat penting,” ujar Dwi Cahyono.
Struktur Candi Karang Besuki atau juga Candi Gasek sebenarnya cukup besar. Candi memiliki langgam Jawa Tengah beraliran Hindu Syiwa ini diperkirakan dibangun antara abad 8 Masehi, Konstruksi bangunan terus disempurnakan pada masa transisi Kerajaan Singasari ke Majapahit. Usia Candi Gasek ini hampir sama dengan Candi Badut yang lokasinya juga tak terlalu jauh.
Diperkiraan pertama ditemukan pada awal 1900an dalam kondisi sudah rusak. Semakin hancur pada periode tahun 1965 karena dijarah warga untuk diambil bebatuan dan dipakai membangun rumah. Beruntung beberapa peninggalan penting bisa diselamatkan. Seperti arca Agastya dan Ganesha serta sebuah yoni. Sedangkan yang hilang diduga dicuri adalah arca Durga dan lingga.
Redaktur Pelaksana
[…] Arkeolog Cilik, Pelestari Candi Gasek […]