Terakota.ID–Dinamika politik era 1970-an dengan menciptakan kelas baru yaitu Pemuda dengan sifat kedaerahan yang di arahkan pada premanisne, benar-benar mampu menghipnotis anak muda saat itu.
Diantara gempuran kebangkitan kesenian di dunia barat yang akhirnya mendunia dengan gerakan musiknya, dimana para pecinta perubahan saat itu disebut dengan istilah flower generation, juga sangat mempengaruhi anak muda di Indonesia, gaya berpakaian ala hidup yang cenderung apa adanya karena menolak kemapanan tersebut juga dikonsumsi dengan baik oleh anak muda yang tinggal di ibukota.
Mode dan gaya hidup flower generation telah menjadi trending, mode dan gaya hidup apa adanya ini pas banget dengan kondisi finansial para perantau saat itu, sulitnya mendapatkan pekerjaan akhirnya membawa perantau tersebut masuk dalam jebakan premanisme yang sengaja dimunculkan oleh penguasa saat itu, persis pada zaman Belanda yang memakai Pengusaha (Tionghoa, India dan Arab) dan Centeng (Jawara Lokal) sebagai media pengganti keberadaan Belanda di tengah masyarakat, pola ini dilakukan agar jika terjadi kekacauan sosial maka yang punya nama buruk adalah para pengusaha dan centeng tersebut, sehingga tujuan pengerusakan akan selalu tertuju pada mereka, bukan pada Belanda.
Kelas menengah baru ini sangat menarik bagi mereka yang sedang berada di rantauan dan sedang dalam tekanan ekonomi, maka berbondong-bondong lah para pemuda dari berbagai daerah tersebut membuat komunitas atau perkumpulan dengan memakai nama dari daerahnya masing-masing. Dan setiap daerah akan berusaha menguasai lahan dijalanan sebagai tempat mendapatkan uang untuk membiayai hidupnya.
Jong Java, Jong Ambon, Jong Batak, Jong Makassar dll gaya baru ini, mulai dikelola dan dimanajemeni dengan baik oleh orang-orang tertentu yaitu Pollitisi, Militer dan Pengusaha. Mereka di rekrut untuk menjadi keamanan di Pabrik, Hotel atau tempat -tempat penting mesin oencetak uang para bohir tersebut.
Hingga akhirnya kian menggiurkan saja pekerjaan baru ini. Anggota Militer pun mulai terlibat aktif, dari pangkat terendah sama pai pada bintang 2 atau 3. Terutama mereka yang tak mendapatkan tempat yang layak untuk bisa terlibat langsung dalam skema permainan bersama para pengusaha besar.
Diantara merekapun akhirnya dengan terbuka membuat organisasi prem, organisasi preman yang seolah resmi, karena di belakangnya banyak individu yang telah direkrut oleh para Pengusaha dan Petinggi Militer, backup ini menjadi sangat penting bagi pergerakan ini, karena dengan begitu mereka bisa bergerak dengan lebih leluasa tanpa harus takut oleh lembaga hukum.
Berdirinya Prem dan organisasi yang lain makin marak saat itu, tapi sebenarnya mereka telah terafiliasi secara otomatis pada pemerintah. Lalu sebagian yang lainpun juga berbondong-bondong membuat organisasi atau komunitas sesuai daerah nya atau perkumpulan nya masing-masing. Begitu juga dengan yang dilakukan oleh Arek Malang yang ada di Jakarta.
Arek Malang yang ada di Jakarta saat itu, dari banyak latar belakang yang berbeda, ada yang masih aktif dan terdesersi dari keanggotaan militernya, ada juga para uruh Pabrik, Supir truk dan para individu yang datang merantau tanpa mempunyai skill apapun. Semua elemen itu terkumpul manjadi satu, lalu berinisiatif untuk membentuk identitas baru bagi mereka yang ada di ibukota.
Menurut Pak De Win (Joko Wiyono) yang juga adik dari Cak Kamsiyar dan Cak Suradi, pertemuan diawali oleh beberapa orang saja antara lain Mbah Tato, Thomas, Jarwo ,Suradi, Kamsiyar, Muhammad, Gembong Koesbianto , Heru Susanto, Bekti KKO orang oro-orodowo, Pak Maryoto asal Temanggung – Jateng (Waktu itu Letkol AD) dll.
Awal pertemuan berpindah-pindah dari lokasi satu ke lokasi yang lain dengan cara mengalir, Ekor Kuning (Jl .Ekor Kuning I a) Jkt Kota yang sering juga disebut dengan nama GUDANG., Cilandak, Ciledug dll jadi tempat mereka berembug untuk merealisasi nama sebuah perkumpulan tersebut.
Pak Maryoto (saat itu Letkol AD) asal Temanggung – Jateng yang mengusulkan nama AREMA singkatan dari (Arek Rantau aslinE Malang), yang lalu di sepakati oleh semua yang hadir. Sejak itu nama Arema resmi dipakai sebagai Identitas Arek Malang yang ada di rantauan. Tidak semua yang Arek Malang yang sedang interaksi langsung dengan dinamika politik di jakarta mau membawa nama Arema, diantar mereka masih banyak juga yang bangga dengan organisasi Prem.
Arema sebagai organisasi tak resmi mulai dijalankan dan di kumandangkan, mereka membuat aturan iuran wajib bagi organisasi yang uangnya akan dipakai untuk membantu siapa saja yang datang dari Malang untuk cari pekerjaan di Jakarta.
Arema hadir dengan semangat kebersamaan dan saling support diantar sesa perantau khusunya warga Malang Raya. Sejak saat itu nama Arema banyak tertulis di bak truk atau badan truk ekspedisi yang bertujuan ke Barat (Jalur Kulonan istilah saat itu).
Penulisan Arema di tubuh truk ini juga bagian penting saat itu untuk keselamatan para sopir truk dari gangguan penjahat jalanan, perampok atau juga bajing loncat yang saat itu sangat marak terutama ketika memasuki kawasan hutan. Truk yang telah ditulis Arema adalah identitas mereka sebagai warga Malang Raya, sehingga para perampok dan bajing loncat yang dari Malang sudah pasti akan membiarkan mereka lolos dari intaian penjarahan.
6 April 2022
Seniman dan pegiat literasi
[…] Kanjuruhan, menukil duka mendalam. Arema atau warga Malang, menggelar aksi solidaritas sosial. Bergantian. Apapun kelompoknya. Semalam, […]