
Terakota.id-–Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) di wilayah Kabupaten Malang tersebar di wilayah hutan pegunungan dan pesisir. Lutung Jawa mendiami hutan-hutan yang berada di kawasan tersebut, salah satunya sepanjang pesisir Malang Selatan. Habitatnya ditemukan berada dalam kawasan hutan yang dikelola oleh Perhutani di wilayah Sumbermanjing Wetan dan sekitar kawasan konservasi alam Kondang Merak.
Selain di wilayah itu lutung Jawa juga tersebar di wilayah hutan di Kota Batu tersebar di sekitar kawasan Arjuno Welirang, kawasan hutan Gunung Biru dan wilayah Coban Talun. Sebaran populasi mereka di wilayah sepanjang pesisir selatan Malang Selatan kurang lebih ada sekitar 90-an populasi, sebelumnya ada kurang lebih 40-an ekor kini mengalami peningkatan.
Di wilayah pegunungan hampir 50-80an populasi baik di Malang maupun Batu. Bahkan dalam catatan beberapa penelitian keberadaan mereka di wilayah Coban Talun tak lebih dari 43 ekor. Jika diprediksi di wilayah Malang Raya tidak lebih dari 200-an ekor. Itu pun tersebar dari wilayah pegunungan sepanjang Arjuno-Welirang hingga pesisir Selatan. Setiap kawasengan endemik tidak lebih dari dari 30-40 ekor yang tersisa. Banyak faktor, yang mengakibatkan menurunnya populasi dan status lutung Jawa menjadi terancam punah.
Ancaman Lutung Jawa di Malang Raya
Kritisnya keberadaan Lutung Jawa juga sangat dipengaruhi keberadaan ruang hidup atau habitatnya yang terus menyusut. Alih fungsi hutan menjadi salah satu persoalan yang meyebabkan kerentanan populasinya. Di Malang Raya terjadi penyusutan kawasan hutan, tercatat tutupan hutan di wilayah Malang Kabupaten dari 2001-2020 telah hilang sekitar 9.004 hektar. Menyebar dari wilayah pegunungan dan pesisir selatan. Sedangkan di Kota Batu sepanjang 2001-2020 telah kehilangan 348 hektar tutupan hutan.
Hilangnya tutupan hutan diakibatkan alih fungsi kawasan menjadi permukiman, kawasan ekonomi masyarakat seperti pariwisata, perkebunan dan pertanian hingga menjadi kawasan pertambangan. Keterancaman lutung sangat dipengaruhi hilangnya tutupan hutan yang menjadi habitat mereka, serta alih fungsi kawasan hutan yang menjadi rumah mereka.

Akibat alih fungsi habitat menyebabkan lutung harus pindah ke kawasan yang masih bagus hutannya dan mengalami kekurangan makanan serta tempat aman untuk berkembang biak. Faktor alih fungsi kawasan juga mendorong adanya perburuan lutung untuk dijual hidup-hidup atau diambil organ tubuhnya untuk dijual.
Perburuan lutung menjadi salah satu ancaman serius terhadap keberadaan spesies mereka. Kondisi ini dipicu keyakinan bahwa bagian tubuh lutung Jawa berkhasiat menjadi obat, dan mitos-mitos lainnya. Tidak cukup soal perburuan, lutung terancam punah karena terdesak oleh keberadaan manusia. Rata-rata warga sekitar menganggap lutung Jawa sebagai ancaman bagi aneka usaha ekonomi masyarakat. Dianggap menganggu aktivitas manusia. Kondisi ini memicu pengusiran bahkan perburuan pada lutung.
Hilangnya Lutung Jawa sebagai Peringatan
Terancamnya keberadaan Lutung Jawa di wilayah Malang Raya karena alih fungsi kawasan, merupakan wujud dari antroposentrime atau sebuah pandangan bahwa dalam ekosistem manusia adalah pusatnya. Sementara lingkungan alam sekitar hanyalah pelengkap yang menunjang kehidupan manusia. Padangan etik dan moril antroposentrisme mengarahkan manusia pada sisi eksploitasi berlebihan, sehingga mengancam keberadaan di sekelilingnya.
Pendekatan antroposentrisme ini jamak ditemui dalam aneka regulasi dan kebijakan, salah satunya melegitimasi alih fungsi kawasan hutan untuk kebutuhan manusia. Terutama aneka usaha besar yang membutuhkan ruang yang luas. Kawasan Malang Raya secara etika dan moril pembangunan sangat antroposentris. Hal ini dapat dilihat dalam perencanaan kawasan yang hanya menekankan pada pembangunan ekonomi. Tanpa melihat aspek keberlanjutan dan kehidupan spesies lain.
Orientasi ekonomi dalam pembangunan secara logika menekankan pada ekstraksi alam untuk kebutuhan akumulasi keuntungan bukan kelestarian. Sehingga logika ini menjadi ancaman bagi keberadaan kawasan hutan, khususnya ruang aman bagi Lutung Jawa.
Sebagai contoh, di Kota Batu Lutung Jawa mengalami kerentanan habitat karena munculnya aneka eksploitasi kawasan. Seperti pariwisata hingga pertanian yang merembet hingga kawasan hutan. Lalu adanya rencana pembangunan geothermal di Arjuno Welirang juga turut mengancam keberadaan lutung. Karena aktivitas tersebut membutuhkan ruang eksploitasi yang cukup besar dan tersebar pada beberapa titik. Keberadaan geothermal di kawasan tersebut akan menambah peta kerentanan habitat Lutung Jawa di kawasan pegunungan.
Sementara pada kawasan Malang Selatan, mereka terancam oleh adanya alih fungsi kawasan hutan untuk menjadi kawasan ekonomi seperti perkebunan. Selain itu rencana pertambangan juga turut mengancam keberadaan mereka. Karena letaknya di sepanjang hutan pesisir selatan yang merupakan kawasan karst tua. Tidak cukup di situ, adanya rencana perkebunan sawit di Malang Selatan juga berpotensi mengalihfungsikan kawasan hutan di Malang Selatan sehingga turut memperentan habitat dari Lutung Jawa.
Lutung Jawa merupakan sebuah gambaran bagaimana antroposentrisme berjalan. Memperentan keberadaan suatu wilayah dan aneka spesies yang tinggal di dalamnya, mengacaukan ekosistem dan mengundang bencana. Logika Antroposentrisme juga mencipatkan kuasa eksklusi pada penetapan ruang, di mana hak tidak dilihat secara universal tetapi parsial hanya dalam kerangka ekonomi.
Sehingga ke depan hilang Lutung Jawa merupakan keniscayaan dan itu menandai rusaknya ekosistem kita. Serta sebagai peringatan mungkin kiamat kecil ekologis akan semakin masif.
**Setiap artikel menjadi tanggungjawab penulis. Pembaca Terakota.id bisa mengirim tulisan reportase, artikel, foto atau video tentang seni, budaya, sejarah dan perjalanan melalui surel : redaksi@terakota.id. Subjek : Terasiana_Nama_Judul. Tulisan yang menarik akan diterbitkan di kanal terasiana.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa Timur