
Terakota.ID—Akademikus dan jurnalis di Malang berkomitmen untuk memerangi hoaks politik. Komitmen ini disampaikan dalam Training Literasi Digital untuk Akademisi dan Jurnalis 26-27 November 2022. Salah seorang peserta training, Novenda Kartika Putrianto mengaku pernah menjadi korban hoaks.
Sehingga usai training, ia berkomitmen berkolaborasi dan bersama-sama melawan hoaks. Apalagi, jika hoaks tersebut menyinggung SARA yang berpotensi memicu kericuhan dan konflik. “Materi literasi digital bisa juga dimasukan ke dalam mata kuliah psikologi industri di jurusan Teknik Industri,” kata dosen Teknik Industri Universitas Ma Chung ini.
Literasi digital, katanya, sangat penting dipelajari. Training diselenggarakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bekerjasama dengan Google News Initiative. Training diikuti sebanyak 20-an akademikus dari lintas disiplin ilmu, perguruan tinggi dan jurnalis.
Ketua AJI Malang, M Zainuddin menjelaskan hoaks politik diprediksi akan melonjak saat Pemilu 2024 mendatang. Melalui teknologi digital, penyebaran hoaks lebih luas dan cepat. Tingginya sebaran informasi di era internet mengakibatkan orang semakin sering menerima pesan, termasuk hoaks. Namun, kemudahan dan kecepatan informasi ini tidak diimbangi dengan literasi digital yang baik di Indonesia.
“Teknologi digital juga membantu kerja jurnalis dan akademikus untuk membongkar hoaks melalui pemeriksaan fakta,” katanya.
Trainer Google News Initiative yang juga peneliti dan dosen Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada, Zainuddin Muda Z. Monggilo menjelaskan persebaran hoaks politik menodai iklim demokrasi dan merugikan masyarakat. Sehingga harus diantisipasi dan dicegah penyebarannya.
“Akademikus dan jurnalis bisa menjadi agen untuk mematahkan sebaran hoaks politik,” katanya.
Literasi digital penting, kakatanya, lantarana akses internet tinggi namun belum diimbangi literasi digital yang memadai. Penelitian We Are Social Hootsuite mencatat, sebanyak 204,7 juta pengguna internet di Indonesia. Dari jumlah itu, 191,4 juta di antaranya merupakan pengguna media sosial aktif.
Sedangkan penelitian Katadata Insight Centre dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika menyebutkan 73 persen masyarakat paling banyak mencari informasi di media sosial. Namun, sebanyak 47 persen yang percaya televisi sebagai sumber informasi terpercaya.

Jalan, baca dan makan