Naskah Negarakrtagama ini ditulis menggunakan aksara jawa.Naskah saduran dari Bali ini tersimpan di Museum Mpu Tantular di Sidoarjo, Jawa Timur. (Hari Istiawan/Terakota)
Iklan terakota

Terakota.id-Cerita tutur orang-orang dulu yang hingga kini masih dipercaya sebagai cikal bakal aksara jawa adalah kisah dua abdi (pengikut setia) Aji Saka yang konon bertahta di negeri Medangkemulan, Dora dan Sembada. Versi lain menyebut pengikut Aji Saka ini juga bernama Setyo dan Setuhu yang makam keduanya berada di Dusun Keramat, Desa Patokpicis, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Terakota beberapa waktu lalu menggali informasi dari juru kunci makam ini. Di kawasan dua makam yang dikeramatkan ini juga terdapat beberapa bangunan lain yang di dalamnya dipercaya sebagai tempat dikuburnya benda-benda berharga yang dijaga oleh Setyo dan Setuhu.

Huruf-huruf jawa juga tertulis di bangunan cungkup makam dan batu nisan. Beberapa bangunan lain biasanya digunakan oleh peziarah yang menginap di makam ini untuk menyepi. Meski lokasinya di lereng Gunung Semeru sisi timur, namun peziarah selalu ada terutama orang-orang dari Suku Tengger yang mengunjungi makam ini ketika upacara adat Karo (salah satu upacara adat Suku Tengger yang digelar setahun sekali sebelum upacara Kasada).

Makam yang diyakini terbujur jasad pengikut setia Aji Saka, Setuhu di Dusun Keramat, Desa Patokpicis, Kecamatan Wajak, Malang. (Hari Istiawan/Terakota)

Menurut Juru Kunci makam Setyo dan Setuhu, Sukirno, lahirnya Ha-Na-Ca-Ra-Ka yang kalau diterjemahkan merupakan kisah Setyo dan Setuhu yang meninggal setelah bertempur hebat karena sama-sama memegang janji atau amanah yang diberikan oleh Aji Saka.

“Mbah Setuhu disuruh menjaga pusaka dan barang-barang berharga milik Aji Saka dan tidak boleh ada yang mengambilnya selain Aji Saka sendiri,” kata Sukirno menuturkan.

Sedangkan Mbah Setyo, diutus Aji Saka untuk mengambilkan benda pusakanya yang dijaga oleh Mbah Setuhu di tanah Jawa. Aji Saka waktu itu sudah memimpin di sebuah negeri yang bernama Medhang Kamulan. Menjadi seorang raja membuatnya sibuk dan tidak punya waktu untuk mengambil pusakanya.

Makam yang diyakini terbujur jasad pengikut setia Aji Saka, Setyo di Dusun Keramat, Desa Patokpicis, Kecamatan Wajak, Malang. (Hari Istiawan/Terakota)

Sukirno menuturkan, Aji Saka menjadi raja di negeri Medhang Kamulan setelah berhasil menyingkirkan Raja Dewata Cengkar yang suka memakan manusia. Dewata Cengkar berhasil dikalahkan dan diubah menjadi buaya putih di laut selatan Jawa.

Kabar kematian dua utusan setianya yang meninggal karena berkelahi dan sama-sama menunaikan amanah yang diberikan, ini akhirnya sampai juga ke telinga Aji Saka setelah sekian lama. Aji Saka lalu menciptakan karya yang menjadi cikal Aksara Jawa. Ha-na-ca-ra-ka (ada utusan), Da-ta-sa-wa-la (saling bertengkar), Pa-dha-ja-ya-nya (sama kuatnya), Ma-ga-ba-tha-nga (inilah mayatnya).