
Terakota.id—Sebuah pertunjukan virtual Wayang Pamarta berjudul “Kelahiran Isa Al Masih” ditayangkan di akun YouTube Sahabat Wayang TV. Pertunjukan berlangsung selama 30 menit, Kamis, 24 Desember 2020 pukul 20.00 WIB. Mengisahkan Nabi Zakaria, Elisabeth, Maryam hingga lahir Isa di kandang domba dalam perjalanan di Kota Betlehem. Pertunjukan ini disajikan lima dalang dengan dialog berbahasa Indonesia.
Pertunjukan wayang secara virtual ini diselenggarakan Yayasan Sang Pamarta Indonesia menyambut perayaan Natal 2020. Pertunjukan wayang dengan mengangkat kisah Alkitab merupakan upaya pelayanan pimpinan Yayasan Sang Pamarta Indonesia, Ki Wahyu Dunung Raharjo.
“Sebagai seniman dan jemaat Kristiani saya punya dua tanggung jawab. Membantu umat rohani saudara seiman dan memberi edukasi tentang seni budaya,” ujar Ki Wahyu Dunung Raharjo.
Wayang Pamarta merupakan kreasi pengembangan dari wayang Wahyu. Wayang yang ceritanya berasal dari Alkitab. Bedanya wayang Pamarta berwajah seperti wayang purwa, sedangkan wayang Wahyu berwajah semi wayang purwa. Ki Wahyu Dunung Raharjo menganggap wayang purwa merupakan puncak dari perkembangan seni rupa wayang.

Selain itu, juga sebagai upaya literasi dan mentransformasikan wayang untuk lebih diminati kaum milenial. Ki Dunung juga mengunggah potongan pementasan wayang di akun Youtube. Sengaja disajikan pertunjukan pendek. Tujuannya menghilangkan kesan wayang yang kuno dan membuat penonton suntuk.
“Anak zaman sekarang enggak suka pertunjukan yang lama. Mintanya langsung pada intinya,” ujar Ki Wahyu Dunung Raharjo.
Wayang sebagai Media Pendidikan Religi
Wayang telah lama menjadi media penyampai nilai religi. Seperti Wali Songo yang menggunakan wayang kulit sebagai media dakwah Islam di Jawa. Wayang Wahyu dicetuskan Bruder Timotheus, mengangkat cerita dari kitab suci umat Katolik/Kristen, Alkitab.
Wayang Wahyu lahir di Surakarta, 1960. Bruder Timotheus terinspirasi setelah menonton pagelaran wayang kulit purwa “Dawud mendapat Wahyu Kraton” pada 13 Oktober 1957. Wayang dilakonkan M.M Atmowiyono, pertunjukan tersebut digelar di gedung Himpunan Budaya Surakarta (HBS). Tokohnya meminjam dari tokoh wayang kulit Purwa, Bambang Wijanarko dan Kumbokarno).

Penggambaran tokoh wayang dilakukan dengan menggambarkan pribadi seseorang, hati, dan tingkah lakunya. Figur Yesus ciptaan Ki Wahyu Dunung Raharjo misalnya, berwujud Yesus wanda mengajar. Perupaannya terinspirasi dari tokoh wayang kulit Purwa, Begawan Ciptoning (Arjuna saat bertapa sebelum perang Bharatayudha).
Begawan Ciptoning menjadi tingkat kedewasaan tertinggi Arjuna. Menurut Ki Wahyu Dunung Raharjo , sisi spiritual dan kedewasaan pribadi cocok untuk dijadikan figur Yesus.
Ajeng Tri Nursanti menulis jurnal Figur Yesus berjudul Wayang Wahyu Suatu Kajian dari Aspek Visualisasi. Ia menyatakan pengilustrasian figur Yesus dalam wayang Wahyu dibuat sesuai dengan tingkat pemahaman, latar belakang dan kreativitas masing-masing seniman.
“Figur Yesus diilustrasikan dengan sudut pandang yang berbeda tapi karakternya sama. Menggambarkan sosok Yesus sesuai yang mereka yakini,” tulis Ajeng.
Perpaduan Dalang dan Pelayanan
Ki Wahyu Dunung Raharjo mulai mendalang sejak usia 10 tahun. Ia merasa terpanggil untuk melayani Tuhan. Pada usia 19 tahun, dia telah melakukan pelayanan dengan bakat yang ia miliki, mendalang.
“Saya lahir dari keturunan dalang baik garis ibu maupun ayah. Kakek buyut dari ayah saya dulunya dalang Keraton Kasunanan, dari keturunan ibu dalang luar keraton. Ayah saya juga pengajar di jurusan pedalangan di Institut Seni Indonesia,” ujar Ki Wahyu Dunung Raharjo.
Lulus pendidikan dasar, ia melanjutkan bersekolah di SLTP Regina Pacis atau lebih dikenal dengan Ursulin. Saat SMP inilah bakatnya semakin tumbuh subur. Pentas demi pentas dilakoni, mulai berdurasi 1 hingga 5 jam. Memasuki SMK awalnya Ki Dunung sempat goyah, terbesit perasaan malu jika kelak menjadi dalang. Bidang teknik lebih menarik minatnya. Akhirnya pindah haluan, memilih SMK Mikael Solo.

Tak dinyana, bukannya pupus, tawaran mendalang justru semakin ramai. Ki Dunung mulai mementaskan wayang purwa semalam suntuk atau siang hari dengan lakon penuh. Pernah sekali ia pingsan dan dipulangkan saat praktik sekolah, sebab malam sebelumnya ia mendalang pada acara 17 Agustusan di kampung.
Guru SMK Mikael yang hampir semua menggemari wayang turut mendukung bakat mendalang Ki Dunung. Ki Dunung diberikan panggung kala pelepasan siswa angkatannya. Niat hati pindah haluan, namun realita enggan.
Yayasan Wayang Sang Pamarta merupakan komunitas Kristen yang melakukan pelayanan dengan pementasan wayang kulit. Sanggar yang berada di bawah naungan Gereja Utusan Pantekosta Gusti Yesus Tresna Kula ini pertama kali pentas pada 2007. Saat itu menampilkan wayang berjudul “Kamardikan Sejati”. Pentas berdurasi 5 jam untuk menjadi perayakan menyambut hari kemerdekaan Republik Indonesia.
Ki Wahyu Dunung Raharjo menjelaskan yayasan ini sebetulnya awalnya sanggar. Diresmikan menjadi yayasan pada 2016 sekaligus turut membuka pendidikan tentang perwayangan. “Sebelum pandemi, dibuka kelas pemula, kelas wayang, pameran, dan workshop wayang,” ujar Ki Wahyu Dunung Raharjo menjelaskan.
Kini pelayanan Yayasan Wayang Sang Pamarta telah melebarkan genre hingga pementasan Gospel Shadow Puppets, Wayang Teplok, wayang revolusi, yang terbaru tahun depan akan ada wayang kancil, wayang tentang cerita hewan.
