
Terakota.id—Kebakaran hutan di lereng Gunung Semeru semakin meluas. Total kawasan yang terbakar di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru mencapai 102 hektare. Kebakaran terjadi sejak 16 September 2019. Api melahap semak,krinyu, serasah, rumput. pohon lamtoro, pakis, pohon akasia, serta pohon cemara hutan.
Kebakaran hutan menyebabkan kerugian secara ekologis. Lantaran padang sabana aneka jenis tanaman pionir seperti pakis, alang-alang (Imperata cylindrica), melelo (Styphelia javanica), dan adas (foeniculum vulgare) hangus. Tanaman itu menjadi pakan bagi aneka jenis serangga dan sarang burung apung tanah dari marga Anthus.
“Serangga, tanaman pionir ikut terbakar,” kata petugas pengendali ekosistem hutan BBTNBTS, Toni Artaka.
Tanaman di Padang sabana menjadi habitat tikus tanah, jelarang dan luwak. Ketika padang sabana terbakar, satwa kehilangan habitat dan pakan. Dampaknya luas, lantaran tikus tanah juga menjadi pakan aneka jenis burung predator seperti elang, alap-alap dan burung hantu.
Kawasan juga menjadi habitat burung cici padi (Zitting cisticola), kipasan (Rhipidura javanica) dan apung tanah. Jika serangga yang menjadi pakan hilang, maka aneka jenis burung bakal bermigrasi ke tempat lain. Saat ini, aneka jenis burung tersebut sulit ditemui. Diduga mereka telah berpindah ke tempat lain yang memiliki pakan melimpah.
“Burung sangat adabtif, mudah berpindah ke tempat lain,” katanya.
Beberapa kebakaran, katanya, disebabkan ulah manusia. Pengunjung atau pendaki Gunung Semeru, katanya, membuang puntung rokok atau membuat api unggun untuk perapian. Namun, masih menyisakan api dan cepat menyambar rerumputan.
Pelaku penyebab kebakaran bisa dijerat pasal 41 dan 42 Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup. Ancaman hukuman kurungan maksimal 10 tahun dan denda Rp 500 juta. Penindakan terhadap diharapkan memberikan efek jera kepada pelaku lainnya.
Usaha Pemadaman
Para relawan dari pecinta alam, petugas Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS), porter, polisi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang, relawan Saver dan Gimbal Alas bergelut dengan api. Mereka menggunakan peralatan seadanya, untuk memadamkan api.
Relawan menyusuri kawasan blok pusung gendero, ayek-ayek, ungup-ungup dan batu tulis. Sebagian menggunakan jet shooter untuk memadamkan api yang membara sejak tiga pekan lalu.

“Angin kencang dan medan terjadi menjadi kendala,” kata Kepala Resor Ranupani TNBTS, Agung Siswoyo. Api telah melahap sekitar 102 hektare kawasan hutan di TNBTS. Sedangkan untuk memadamkan api, dipasok dari air yang ada di Ranu Kumbolo. Lokasinya sekitar empat kilometer dari sumber kebakaran.
Kebakaran terus meluas, lantaran selain angin kencang juga tumpukan dedaunan yang menjadi bahan bakar paling cepat membakar kawasan.
Kepala BBTNBTS Jhon Kenedie menjelaskan jika petugas untuk memadamkan api dilakukan bergotong royong. Melibatkan relawan, pecinta alam dan petugas di sekitar Ranu Pani. Titik api pertama kali terpantau di jalur pendakian menuju puncak Mahameru. Tersebar di Kalimati, Arcopodo, Kelik, Gunung Kepolo, dan Ayek-ayek. “Prioritas evakuasi pendaki,” katanya.
Evakuasi Pendaki
Pada 19 September 2019 jalur pendakian Semeru tetap dibuka, dengan rekomendasi pendakian tak sampai di Kalimati dan puncak Mahameru. Batas aman, katanya, derada di Ranu Kumbolo. Pada 22 September 2019 jalur pendakian Gunung Semeru ditutup total.
BBTNBTS menutup seluruh kegiatan pendakian di Gunung Semeru secara total sampai batas waktu yang belum ditentukan. Usaha menyelamatkan pendaki dilakukan demi keamanan dan keselamatan pendaki. Petugas mengevakuasi sekitar 250 pendaki, mereka turun dan beristirahat di Rani Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang.
Para pendaki yang terdaftar telah turun dan selamat. Sedangkan semua pintu masuk dijaga petugas. Mereka bersiaga memantau jika ada pendaki nakal yang nekat naik atau mendaki secara illegal. Sedangkan pendaftaran secara daring atau booking online telah ditutup.
“Jangan sampai ada pendaki yang naik,” katanya. Setelah semua pendaki turun, steril dari pendakian petugas melakukan usaha pemadaman kebakaran. Sampai saat ini, belum diketahui penyebab kebaran yang melahap kawasan konservasi tersebut.
Kepala Bidang Teknis Konservasi TNBTS Pudjiadi menjelaskan pihaknya fokus mengantisipasi pendaki agar tak nekat naik ke Semeru. Setelah semua jalur pendakian steril dari aktivitas pendakian dilanjutkan usaha pemadaman api. Setiap hari, katanya, sebanyak 30-an personil bergantian memadamkan api.
“Angin kencang, medan terjal dan sumber air jauh menjadi hambatan petugas memadamkan api,” katanya. Berdasarkan groundcheck lapangan dan citra satelit dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa (LAPAN) masih terpantau dua titik api di sekitar Ranu Kumbolo.
Salah seorang relawan Andik Gondrong mengatakan api mulai terlihat di Kalimati pada 16 September 2019. Api terus merembet turun dan menyebar ke sejumlah kawasan hutan konservasi. Sejak awal, Andi mengingatkan para pecinta alam atas fenomena alam. Saat musim kemarau, matahari terik sedangkan seresah dedaunan menumpuk.
Menjadi bahan bakar yang efektif. Sehingga ia mengingatkan pendaki tak sembarangan membuat api unggun. Andi mengingatkan pula terhadap fenomena siklus empat tahunan. Pada 2014, katanya, juga terjadi kebakaran hebat. “Semua elemen turun. Peduli demi kelestarian lingkungan,” katanya.
Pada 2014 seluas 2 ribuan hektare kawasan BBTNBTS terbakar menghanguskan padang sabana di kaldera Tengger. Selain membakar padang sabana juga membakar vegetasi di hutan sekitar sabana.

Jalan, baca dan makan