Terakota.id – Akuwu Tunggul Ametung dan Ken Deses mengendarai pedati berhenti di sebuah petirtaan atau sumber air. Perut permaisuri penguasa Tumapel itu buncit, sedang hamil muda. Petirtaan dikelilingi tembok tinggi, dengan para dayang sigap melayani permaisuri.
Sejumlah prajurit siap siaga, di luar petirtaan. Bakal memenggal kepala siapa saja yang berani menyelinap masuk. Ken Arok merupakan salah seorang prajurit yang berjaga di petirtaan yang khusus diperuntukkan untuk pemandian Ken Dedes. Ken Dedes melangkah turun dari pedati menjulurkan kakinya. Kain wiru atau belahan kain tersingkap.
Saat itulah tersingkap rahsanya atau dalam istilah lain disebut wawati atau organ kewanitaan Ken Dedes. Ken Arok melihat itu sebagai mudyar hamurup atau pancaran cahaya. Hasrat Ken Arok bergelora, pikirannya berkecamuk ingin memiliki Ken Dedes. Usai pandangan pertama inilah, berbagai strategi dijalankan Ken Arok demi memenuhi ambisinya.
Di akhir kisah, Ken Arok membunuh Akuwu Tunggul Ametung sekaligus memperistri Ken Dedes. Menjadi penguasa Tumapel sampai akhirnya mendirikan Kerajaan Singhasari dengan Wangsa Rajasa. Dari rahim Ken Dedes pula kelak lahir raja-raja besar Singhasari dan Majapahit.
Lokasi petirtaan tempat kali pertama Ken Arok dan Ken Dedes bertemu itu sendiri diyakini sebagai Petirtaan Watugede. Lokasi kolam kuno berada di Desa Watugede, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang . Sekitar dua kilometer dari Pasar Singosari.
Arkeolog Universitas Negeri Malang, Dwi Cahyono menyebut Petirtaan Watugede pada masa lampau dalam Kitab Pararaton disebut Petirtaan Baboji dan dipercaya sebagai Tamansari Ken Dedes. “Ini petirtaan khusus untuk mandi Ken Dedes, ditemani dayang. Di petirtaan ini pula kali pertama terjadi perjumpaan Ken Arok dan Ken Dedes,” kata Dwi Cahyono.
Petirtaan Watugede merupakan salah satu situs penting. Dulu, di petirtaan ini ada 16 jaladwara atau arca berbentuk patung perempuan berderet di tepian kolam. Air mengalir keluar dari berbagai bagian tubuh jaladwara itu. Namun kini hanya tersisa satu jaladwara berupa arca Dewi Durga tanpa kepala yang berdiri di atas dua kepala kera. Air mengalir dari mulut arca kera itu.
Air di Petirtaan Watugede berasal dari sumber air yang ada di bawah sebuah pohon besar di salah satu sudut petirtaan itu. “Di dasar kolam diperkirakan masih ada relief padma, lambang para dewa. Sayang situs penting ini kondisinya kurang terawat,” tutur Dwi Cahyono.
Lokasi kolam kuno ini ditemukan oleh seorang arkeolog pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1925. Saat itu, deretan jaladwara masih berdiri utuh. Meski demikian, Taman Baboji atau Taman Sari Ken Dedes itu masih menyisakan bekas keindahan.
Di tepi kolam terdapat beberapa patung kecil yang jadi hiasan sampai batu gores. Pada masa itu, batu gores untuk mengasah pedang para prajurit yang digunakan untuk memancung kepala lelaki yang nekad menyusup ke dalam pemandian.
Redaktur Pelaksana